ABU HURAIRAH RADHIYALLAHU ANHU DALAM PANDANGAN SALAFUSH SHALIH[1]

 
Tak pelak, Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu merupakan tokoh masyhur dalam masalah periwayatan hadits. Dia hidup bergaul dengan Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam. Dalam pergaulannya ini, dia memanfaatkan secara penuh untuk menggali dan merekam persoalan-persoalan agama yang disampaikan Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam. Dia ikut menghadiri majelis Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, makan dan minum bersama Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, juga ikut berperang bersama Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam. Sehingga Rasulullah pun pernah memberikan kepercayaan kepada Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu untuk menyampaikan perintah Beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam, sebagaimana diriwayatkan oleh Abu Dawud rahimahullah dengan sanad yang shahih. Abu Hurairah berkata : Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda kapadaku, ”Keluarlah! Sampaikan kepada orang-orang di Madinah, bahwasanya tidak shahih shalat, kecuali dengan membaca Al Qur’an, sekalipun hanya membaca Al Fatihah dan beberapa ayat tambahan.”

Rekomendasi dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam ini merupakan tautsiq yang sangat berharga, dan kisah-kisahnya banyak tersebar di berbagai kitab. Akan tetapi, para penggugat hadits-hadits Abu Hurairah berpendapat, semuanya berasal dari riwayatnya belaka. Hal ini dijadikan sebagai landasan (untuk menuduh), bahwa hal itu hanya dibuat-buat untuk kepentingan (Abu Hurairah) sendiri dan sanjungan kepadanya. Padahal, tidaklah demikian adanya. Seandainya Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu benar seperti yang mereka tuduhkan, tentu hadits-hadits yang disampakannya akan ditolak oleh para sahabat Radhiyallahu 'anhum, dan mereka pun akan melarang kaum muslimin untuk bergaul dan mendengar ucapannya. 

Pengakuan terhadap kejujuran Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu ini, dapat kita perhatikan beberapa sikap para sahabat, tabi’in dan tabi’ut tabi’in atas beliau Radhiyallahu 'anhu yang disampaikan oleh para ulama’. Yang semua itu menunjukkan kemuliaan Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu, keandalan dan kuatnya hafalan beliau Radhiyallahu 'anhu. 

PENGAKUAN DARI PARA SAHABAT
1. Thalhah bin Ubaidillah Al Quraisy Radhiyallahu 'Anhu
Thalhah bin Ubaidillah adalah salah seorang dari sepuluh sahabat yang dijamin masuk surga. Dia memberikan rekomendasi (tautsiq) kepada Abu Hurairah, sebagaimana diriwayatkan Imam Tirmidzi lewat jalan periwayatan Malik Ibnu Abu Amir rahimahullah, ia berkata : Seseorang datang kepada Thalhah bin Ubaidillah Radhiyallahu 'anhu, dan bertanya,”Wahai, Abu Muhammad ! Tahukah engkau dengan seorang Yamani (keturunan Yaman), yakni Abu Hurairah? Benarkah ia seorang yang lebih mengetahui hadits-hadits Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam daripada kalian? Kami mendengar darinya hadits yang tidak kami dengar dari kalian, ataukah ia berkata sesuatu atas nama Rasullullah yang tidak Beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam sabdakan?!” Thalhah Radhiyallahu 'anhu menjawab,”Adapun ia mendengar dari Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam sesuatu yang kami tidak mendengarnya, maka sesungguhnya aku sama sekali tidak meragukannya bila ia telah mendengar dari Beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam hadits yang kami tidak mendengarnya. Hal itu disebabkan ia seorang yang miskin, tidak memiliki harta dan menjadi tamu bagi Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, selalu hadir bersama Beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam. Sedangkan kami memiliki keluarga dan kecukupan, hingga kami mendatangi Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam pada pagi dan sore hari saja. Sekali lagi, kami tidak ragu, bila ia telah mendengar dari Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam hadits yang kami tidak mendengarnya. Dan kami tidak mendapatkan seorangpun yang memiliki kebaikan berkata atas nama Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam sesuatu yang Beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam tidak mengatakannya.” Hadits tersebut juga diriwayatkan oleh Al Bukhari, Ad Daulabi, Abdullah bin Ahmad bin Hambal dan Al Hakim rahimahullah.

Dalam lafazh yang diriwayatkan Al Baihaqi rahimahullah, terdapat tambahan berharga, dalam Al Madkhal dari jalan periwayatan Asy’ats, dari bekas budak (maula) Thalhah Radhiyallahu 'anhu, ia berkata : Abu Hurairah sedang duduk-duduk. Tiba-tiba, seseorang melintas di hadapan Thalhah, seraya berkata kepadanya, ”Abu Hurairah telah memperbanyak hadits.” Thalhah Radhiyallahu 'anhu menjawab, ”Kami telah mendengar sebagaimana yang ia dengar, akan tetapi ia sangat kuat hafalannya dan kami telah lupa.” 

Disini kita bisa mengetahui, Thalhah Radhiyallahu 'anhu telah memberikan kesaksian, bahwa Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu termasuk ahlul khair, disamping kesaksiannya bahwa Abu Hurairah telah mendengar dan menghafalnya. 

2. Ibnu Abbas Radhiyallahu 'Anhu Dan Abu Sa’id Al Khudri Radhiyallahu 'Anhu.
Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu pernah berkumpul dengan Ibnu Abbas Radhiyallahu 'anhu dalam satu majelis, lalu berfatwa dengan pendapat yang menyelisihi pendapat Ibnu Abbas Radhiyallahu 'anhu. Seandainya Ibnu Abbas Radhiyallahu 'anhu tidak ridha kepadanya, sebagaimana yang dilukiskan oleh sebagian orang, tentu Ibnu Abbas Radhiyallahu 'anhu akan melarangnya berbicara dan melarang orang menerima pendapatnya. Ibnu Abbas Radhiyallahu 'anhu juga pernah meminta fatwa Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu mengenai permasalahan yang berkaitan dengan shalat, lalu ia pun mengikuti fatwa itu. 

Dan pengakuan Ibnu Abbas Radhiyallahu 'anhu terhadap Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu juga terlihat dengan meriwayatkan hadits darinya. Kita akan mendapatkan banyak contoh riwayat Ibnu Abbas Radhiyallahu 'anhu dari Abu Hurairah dalam Shahih Al Bukhari. Pada sebagiannya, Ibnu Abbas secara sangat jelas mengakui hadits yang diriwayatkannya dari Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu. Beliau berkata,”Sedikit pun, aku tidak melihat yang lebih benar (mendefinisikan) al lamam (dosa kecil), (kecuali) yang dikatakan Abu Hurairah dari Rasulullah: “Sesungguhnya, Allah telah mencatat atas Ibnu Adam bagiannya dari perbuatan zina yang pasti akan ia lakukan, dan tidak mungkin tidak. Maka, zinanya mata adalah melihat, dan zinanya lisan adalah bertutur kata,” yakni pengertian al limam (dosa kecil), menurut lbnu Abbas Radhiyallahu 'anhu adalah perkara-perkara seperti ini. 

Begitu juga kita dapati riwayat-riwayat Ibnu Abbas Radhiyallahu 'anhu yang lainnya dari Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu terdapat dalam Sunan An Nasa’i, Abu Dawud, serta Ibnu Majah.

Disamping meriwayatkan hadits dari Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu, Ibnu Abbaz Radhiyallahu 'anhu juga memperbolehkan murid-murid dan bekas budaknya meriwayatkan hadits dari Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu. Kita mendapati banyak para perawi yang meriwayatkan hadits dari Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu merupakan tokoh besar, murid dan sahabat Ibnu Abbas Radhiyallahu 'anhu yang terkenal. Mereka adalah para tokoh generasi tabi’in dan orang-orang pilihan. Periwayatan mereka ini merupakan qarinah (indikasi yang jelas), bahkan sebagai bukti sangat valid dan kuat keridhaan Ibnu Abbas Radhiyallahu 'anhu terhadap hal itu, dan persetujuan atas sikap dan perbuatan mereka. Jika tidak, niscaya ia akan melarang mereka mengambil riwayat dari Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu . Terlebih lagi, ia masih hidup sepuluh tahun setelah wafatnya Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu. 

Sebagaimana halnya Ibnu Abbas Radhiyallahu 'anhu yang memperbolehkan muridnya meriwayatkan hadits-hadits dari Abu Hurairah, begitu pula halnya dengan sahabat lainnya, yaitu Abu Said Al Khudri. Dia juga menerima hadits-hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah dan meriwayatkannya. Dan ditemukan pula ada beberapa muridnya yang meriwayatkan hadits dari Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu. Bahkan Abu Said Radhiyallahu 'anhu bersedia menjadi makmum, shalat di belakang Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu. Ini termasuk jenis tautsiq (pengakuan) yang sangat jelas, yang dapat ditambahkan untuk menjadi dalil dan bukti. 

Beginilah sikap Abu Sa’id Al Khudri Radhiyallahu 'anhu, padahal ia merupakan salah seorang dari kelompok kecil para sahabat yang diridhai dan disenangi oleh Syi’ah. Orang Syi’ah menyanjungnya sebagai orang yang istiqamah dan segera (cepat) kembali kepada Ali Radhiyallahu 'anhu, dan termasuk sahabat pilihannya. Bagimana pula dengan Ibnu Abbas Radhiyallahu 'anhu ? Mengapa orang yang (katanya) mencintai Ali Radhiyallahu 'anhu tidak mengikuti jejak anak paman (sepupu) Ali Radhiyallahu 'anhu ?

3. Jabir bin Abdullah Radhiyallahu Anhu
Jabir bin Abdullah Radhiyallahu 'anhu termasuk kelompok kecil dari kalangan sahabat yang disetujui dan diridhai oleh Syi’ah, serta termasuk orang pilihan Ali Radhiyallahu 'anhu. Ath Thusi memujinya sebagai orang yang memiliki kedudukan agung. Ibnu Dawud rahimahullah mengutip, bahwa Ja’far Ash Shadiq menshifatinya dengan inqitha’ (sangat loyal) kepada mereka. Banyak riwayat dari Ash Shadiq, dari ayahnya Muhammad Al Baqir dari Jabir Radhiyallahu 'anhu dalam kitab Shahih Al Bukhari, Shahih Muslim, dan yang lainnya. Demikian juga riwayat Muhammad bin Amru bin Hasan bin Ali darinya (Muhammad Al Baqir). 

Jabir Radhiyallahu 'anhu menyebarkan hadits Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu dan meriwayatkannya langsung darinya. Ini sebagai pemberitahuan terhadap seluruh Syi’ah atas rekomendasinya terhadap Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu. Sebagaimana Ibnu Abbas Radhiyallahu a'nhu dan Sa’id Al Khudri Radhiyallahu 'anhu, ia juga memperbolehkan murid-muridnya menyebarkan hadits Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu. Kita akan menjumpai, Jabir Radhiyallahu 'anhu berbuat demikian juga terhadap murid-muridnya. 

Bahkan kita mendapati Abu Az Zubair Al Makki Muhammad bin Muslim bermulazamah (mengikuti terus dalam segala keadaannya) kepada Jabir Radhiyallahu 'anhu, dan meriwayatkan dari Jabir Radhiyallahu a'nhu satu catatan kumpulan hadits beliau yang cukup terkenal, yang para ahli hadits memasukkannya ke dalam kitab-kitab mereka. Beliau juga mendengarkan hadits dari Abu Hurairah Radhiyallahu a'nhu, dan tidak ingin lepas mendapat keutamaan meriwayatkan haditsnya, sehingga ia pun meriwayatkan hadits dari Abu ‘Alqamah Al Misri dari Abu Hurairah Radhiyallahu a'nhu. 

Kami hanya mencontohkan Abu Az Zubair karena kemasyhuran persahabatannya dengan Jabir Radhiyallahu a'nhu. Jika tidak, maka kebanyakan para perawi dari murid-murid Jabir Radhiyallahu a'nhu atau Ibnu Abbas Radhiyallahu a'nhu dan Sa’id Al Khudri Radhiyallahu a'nhu telah meriwayatkan dan menyebarkan hadits-hadits Abu Hurairah Radhiyallahu a'nhu. Jika kita ingin berdalil dan berhujjah tentang masalah itu dengan berbagai contoh, niscaya akan sangat panjang pembahasannya. 

Apakah anda tidak memperhatikan, wahai orang yang bersikap obyektif dan adil?! Sungguh teramat jauh dan mustahil, bila diantara putra-putra Ali Radhiyallahu a'nhum mengucapkan satu kata ataupun kalimat (dimaksudkan) untuk melemahkan Abu Hurairah Radhiyallahu a'nhu, lantas mereka tidak menyampaikannya kepada Jabir Radhiyallahu a'nhu ?! Ataukah anda tidak melihat dan memperhatikan, bahwa sangat jauh dan mustahil mereka memperdengarkannya kepada Jabir Radhiyallahu a'nhu, kemudian Jabir Radhiyallahu a'nhu tidak menyampaikannya kepada murid-muridnya, atau dia menyelisihi mereka hinggga meriwayatkan hadits Abu Hurairah Radhiyallahu a'nhu ?!

4. Abu Ayyub Al Anshari Radhiyallahu Anhu 
Abu Ayyub Al Anshari Radhiyallahu anhu telah meriwayatkan hadits dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu. Padahal, ia memiliki kedudukan yang sangat mulia di kalangan orang Syi’ah. Bahkan, mereka menggolongkannya sebagai satu dari enam orang yang dianggap tidak murtad dari kalangan sahabat. 

Al Hakim meriwayatkan satu kisah dari jalan Abu Asy Sya’tsa’, ia berkata : Aku datang di Madinah. Tiba-tiba Abu Ayyub Radhiyallahu anhu meriwayatkan hadits dari Abu Hurairah Radhiyallahu a'nhu. Akupun bertanya kepadanya, ”Engkau meriwayatkan hadits dari Abu Hurairah, padahal engkau pemilik rumah yang disinggahi Rasulullah Radhiyallahu a'nhu?!” Ia pun menjawab, ”Sungguh, aku meriwayatkan hadits dari Abu Hurairah itu lebih aku sukai daripada aku meriwayatkan langsung dari Rasulullah Radhiyallahu anhu,” yakni ia memberikan peringatan agar tidak meriwayatkan langsung dari Nabi Radhiyallahu anhu, karena khawatir keliru dan salah. 

Semakin tampak jelas dan tegas pengakuan Abu Ayyub Al Anshari Radhiyallahu a'nhu terhadap Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu dengan periwayatan oleh murid-muridnya dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu juga. Ini juga menunjukkan, bahwa ia belum dan tidak mendengar sesuatu seperti yang dituduhkan ataupun diduga oleh orang, bila Ali Radhiyallahu anhu berkomentar buruk tentang Abu Hurairah Radhiyallahu a'nhu. Padahal, ia termasuk orang yang senantiasa menemani Ali Radhiyallahu a'nhu hingga wafatnya, dan ikut bersamanya dalam peperangan serta bertindak sebagai menterinya (wazir).

Yang termasuk sahabat-sahabat Abu Ayyub Radhiyallahu a'nhu dan murid-muridnya ialah: ‘Atha’ bin Yazid Al Laitsi, Atha’ bin Yassar, Musa bin Thalhah, Abu Salamah bin Abdul Rahman dan Mu’awiyah bin Qurrah Al Muzani. Mereka, seluruhnya termasuk para perawi yang meriwayatkan hadits dari Abu Hurairah Radhiyallahu a'nhu .

5. Anas dan Wailah Radhiyallahu 'Anhuma 
Diantara sahabat yang meriwayatkan hadits dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu adalah Anas bin Malik Radhiyallahu anhu dan Wailah bin Al Asqa’ Al Laitsi Radhiyallahu anhu. Wailah Radhiyallahu anhu adalah sahabat Rasulullah yang terakhir meninggal di Damasqus. Dia meninggal dua puluh tahun setelah Abu Hurairah Radhiyallahu anhu. Berarti, ia memiliki kesempatan untuk memilah-milah seluruh perbuatan Abu Hurairah Radhiyallahu anhu. Namun ia tidak menjumpai sesuatu yang dapat menyebabkannya menghentikan periwayatan hadits dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu. Bahkan, ia justru bersemangat dalam menyebarkan haditsnya.

Demikianlah beberapa sahabat Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam yang meriwayatkan hadits dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu. Sebenarnya masih banyak shahabat yang meriwayatkan hadits-hadits darinya, namun kami hanya menyebutkan sebagian saja sebagai contoh. Sekaligus sebagai bukti kepercayaan mereka kepada Abu Hurairah. Kalau seandainya mereka tidak percaya atau menganggap Abu Hurairah Radhiyallahu anhu berbohong, tentu mereka tidak akan mau mengambil hadits darinya. Dan tentu akan melarang kepada murid-muridnya meriwayatkan hadits dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu . Dan faktanya, semua itu tidak terjadi. Tetapi, justru mereka menerima dan meriwayatkan hadits dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu .

PENGAKUAN PARA TABI'IN DAN TABI' TABI'IN
Para tabi’in memberikan tautsiq (rekomendasi, pengakuan) terhadap Abu Hurairah Radhiyallahu anhu baik dengan perkataan maupun perbuatannya.

Sejarah fiqh Islam telah mengenal nama tujuh pakar fiqh Madinah (fuqaha as sab’ah), yang ketenaran mereka telah melampaui ufuk pada masa mereka dan pada generasi setelahnya. Disebabkan mereka dikenal banyak mengumpulkan hadits, kecemerlangan dan kelurusan berfikir, (memiliki) akal yang cerdas dan ketinggian dalam beristimbat (menyimpulkan) hukum dari orang yang semasa dan seusia mereka. 

Orang yang meneliti dan memeriksa riwayat-riwayat para pakar fiqih yang tujuh (fuqaha as sab’ah) ini, akan mendapatkan lima dari mereka meriwayatkan hadits dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu. Mereka itu ialah: Abu Bakar bin Abdurrahman bin Al Harits bin Hisyam, Urwah bin Al Zubair, Said bin Al Musayyib, Sulaiman bin Yassaar dan Ubaidillah bin Abdullah bin Utbah bin Mas’ud. 

Abu Zinad memasukkan empat orang yang menjadi pakar fiqih terbaik Madinah, yaitu: Said bin Al Musayyib, Urwah, Qabishah bin Dzuaib dan Abdul Malik bin Marwan. Dan Qabishah termasuk rawi yang meriwayatkan hadits dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu. Demikian juga Abdul Malik termasuk rawi yang meriwayatkan hadits dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu. Dialah yang kemudian menjadi khalifah.

Jika memeriksa dan meneliti daftar rawi yang meriwayatkan hadits dari Abu Hurairah z , niscaya kita akan mendapatkan betapa banyak tokoh pakar fiqh selain mereka yang dikenal kelebihan dan kepakarannya oleh orang-orang yang hanya memiliki sedikit telaah kitab-kitab fiqh, hadits dan tafsir. Mereka, ialah: Al Hasan Al Basri, Abu Shalih As Samman, Al Muqbiri, Thawus, Abu Idris Al Khaulani, Amir bin Asy Sya’bi, Muhammad bin Ka’ab Al Quradhi, Muhammad bin Al Munkadir, Abu Aliyah Al Riyahi, Umu Ad Darda’ Ash Shughra (istri Abu Darda’ ra), Amr bin Dinaar, Amr bin Maimun Al Audi, Muhammad bin Ibrahim At Taimi, Abu Al Mutawakkil An Naji dan yang semisal dengan mereka. Riwayat mereka dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu ini menunjukkan pengakuan yang sangat jelas bagi seorang yang berlaku adil dan obyektif. 

Seperti mereka juga, dalam hal ini ialah anak-anak para sahabat yang telah memadukan keutamaan dan kelebihan nasab serta kedalaman ilmu fiqh, seperti Abu Salamah dan Humaid, keduanya putra Abdurrahman bin Auf; Salim bin Abdullah bin Umar bin Al Khaththab; Sa’id bin Al Musayyib; Ubaidillah bin Abdullah bin Utbab; Isa dan Musa, keduanya putra Thalhah bin Ubaidillah (Thalhah ini adalah salah seorang yang mendapat jaminan surga); Nafi’ bin Jubair bin Muth’im; Abu Burdah bin Abu Musa Al Asy’ari dan Yazid bin Abdullah bin Asy Syukhair Al Amiri, dan lainnya dari anak-anak para sahabat yang orang tuanya kurang terkenal dibanding dengan mereka. Misalnya seperti: Muhammad bin Iyas bin Bukair yang dilahirkan pada masa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam. Ayah dan kedua pamannya yang bernama ‘Aqil dan Khalid’ termasuk orang yang ikut serta menyaksikan perang Badar. Khaitsamah bin Abdurrahman bin Abu Sibrah, ayah dan kakeknya termasuk sahabat, dia seorang terpercaya (tsiqat) dan orang shalih dari penduduk Kufah. Abdurrahman bin Udzainah bin Salamah Al Abdi; serta lainnya seperti orang-orang yang menjabat sebagai hakim, atau mereka yang termasuk dalam kelompok yang berperang bersama Ali Radhiyallahu anhu. Mereka semua meriwayatkan hadits-hadits Abu Hurairah Radhiyallahu anhu. 

Dan seperti mereka juga, ialah cucu-cucu para sahabat. Misalnya: Hafsh bin Ubaidillah bin Anas bin Malik, Tamamah bin Abdullah bin Anas, Abu Zur’ah bin Amr bin Jarir bin Abdullah Al Bajalli, Hafsh bin Ashim bin Umar bin Khaththab dan Ishaq bin Abdullah bin Abu Thalhah Al Anshari, dan semisal mereka yang kakek-kakeknya kurang dikenal dibandingkan mereka yang tersebut di atas.

Fakta ini menunjukkan, bahwa riwayat para tabi’in dari kalangan anak dan cucu-cucu para sahabat (yang diambil) dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu merupakan pengakuan terhadap Abu Hurairah Radhiyallahu anhu.

Diantara perbuatan yang menunjukkan adanya pengakuan mereka juga -secara implisit- yaitu kepergian mereka meminta fatwa kepada Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, seperti yang dilakukan oleh Abu Katsir Al Yamani, ketika ia berkata: Aku memasuki Madinah dari Yamamah saat banyaknya orang yang berbeda pendapat dalam hal nabidz (anggur yang telah disimpan, hampir menjadi arak). Aku menemui Abu Hurairah Radhiyallahu anhu untuk bertanya kepadanya tentang hal tersebut. Lalu aku berjumpa dengannya, dan akupun bertanya,”Wahai, Abu Hurairah. Sesungguhnya aku datang dari Yamamah untuk bertanya kepadamu tentang nabidz. Maka sampaikanlah kepadaku hadits dari Nabi n , dan jangan engkau sampaikan selainnya.” Diapun menjawab,”Aku mendengar Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: Khamr itu terbuat dari anggur dan kurma.”

Diantara perbuatan para tabi’in dari Kufah yang menunjukkan pengakuan mereka terhadap Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, yaitu ketika Abu Hurairah Radhiyallahu anhu singgah ke tempat mereka. Lalu mereka meminta agar beliau Radhiyallahu anhu meriwayatkan hadits untuk mereka.

Seorang tabi’in yang terhormat, Qais bin Abu Hazim rahimahullah menyatakan: Abu Hurairah Radhiyallahu anhu singgah di tempat kami di Kufah. Antara Abu Hurairah Radhiyallahu anhu dengan maula (orang yang membebaskan perbudakan) kami ada hubungan kekerabatan. -Sufyan, yakni Ibnu Uyainah berkata,”Dia adalah maula Al Ahmas.”- Qais berkata,”Maka kami mendatanginya seraya mengucapkan salam kepadanya.” Sufyan berkata lagi,”Maka penduduk tempat tersebut mendatanginya, dan bapakku berkata padanya,’Wahai, Abu Hurairah. Mereka adalah orang-orang yang masih satu nasab denganmu. Mereka mendatangimu untuk mengucapkan salam kepadamu, kemudian ceritakanlah kepada mereka hadits dari Rasulullah n .” Ia berkata,”Selamat datang kuucapkan kepada mereka.”

PENGAKUAN DARI PARA PENGIKUT TABI’IN (TABI’IT TABI’IN) DAN ORANG-ORANG SETELAH MEREKA TERHADAP ABU HURAIRAH RADHIYALLAHU ANHU 
Asy Syafi’i rahimahullah menyebutkan hadits Abu Hurairah Radhiyallahu anhu dan lainnya “Emas dengan emas (adz dzahab bi adz dzahab)” yang menyelisihi hadits Usamah bin Zaid Radhiyallahu anhu yang berbunyi “Riba itu hanya ada pada riba an nasiah”. Lalu beliau dan yang sependapat dengannya merajihkan (menguatkan) hadits Abu Hurairah ra daripada hadits Usamah Radhiyallahu anhu tersebut, karena banyaknya perawi, yang mereka lebih hafal dan lebih tua dalam usia daripada Usamah. Juga karena Usamah Radhiyallahu anhu bersendirian dalam meriwayatkan hadits, kemudian (Asy Syafi’i) berkata,”Dan Abu Hurairah Radhiyallahu anhu lebih tua dan orang yang paling hafal meriwayatkan hadits pada masanya.”

Ini merupakan pengakuan sangat berharga yang bersumber dari Imam Asy Syafi'i rahimahullah. Imam Syafi’i merupakan seorang tokoh yang terkenal memiliki kekuatan hafalan, fiqh, kejeniusan dan kepakarannya; ditambah (lagi), ia memiliki kezuhudan dan sikap wara’ (bersahaja) yang tinggi. 

Al Imam Ath Thahawi rahimahullah -seorang pakar fiqh generasi awal madzhab Hanafi, dan dia ini memiliki riwayat dari guru-guru Imam Bukhari dan Muslim- ia berkata,”Sesungguhnya kita berprasangka baik (memuji) terhadap Abu Hurairah.”

Diantara (pengakuan terhadapnya) juga, yaitu pengkhususan At Tirmidzi rahimahullah (dalam) satu bab tentang manaqib Abu Hurairah Radhiyallahu anhu pada juz 13 dalam kitab Jami’-nya halaman 225 sampai halaman 229. Juga Al Hakim Al Kabir Abu Ahmad, guru Al Hakim Ash Shaghir penulis kitab Al Mustadrak berkata,”Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu adalah seorang yang paling hafal dibandingkan dengan sahabat-sahabat Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam (lainnya), dan (dia) seorang yang paling setia bermulazamah terhadap Beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam.”

Sedangkan muridnya, yaitu Al Hakim Abu Abdillah, penulis kitab Al Mustadrad berkata,”Sesungguhnya, semua orang yang ingin menghafal hadits dari awal mulanya Islam hingga masa kita sekarang. Maka mereka termasuk pengikut dan penolong setia Rasulullah. Dan Abu Hurairah Radhiyallahu anhu adalah orang yang paling awal dan paling berhak dengan gelaran Al Hifzh.”

Al Hakim t juga berkata di akhir pasal manaqib Abu Hurairah Radhiyallahu a'nhu, yang ia khususkan dalam Al Mustadrak,”Allah yang menjaga kita dari menyelisihi Rasul Rabb semesta alam, sahabat-sahabatnya yang terpilih, para pemuka agama dari kalangan tabi’in, dan orang-orang yang setelah mereka dari kalangan pemimpin kaum muslimin dalam penjagaan syari’at agama kepada kita dengan Abu Hurairah Radhiyallahu anhu.”

Ketahuilah, bahwa Al Hakim rahimahullah yang menyebarkan mutiara ini termasuk yang dikenal dengan tasyayyu’ (pendukung setia Ali Radhiyallahu anhu), namun tasyayyu’ zaman itu tidak seperti sekarang ini. Demikian juga Al Hafizh Abu Nu’aim Al Ashbahani, penulis kitab Hilyatu Al Auliya’ berkata,”Abu Hurairah adalah orang yang paling hafal terhadap hadits-hadits Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dari kalangan para sahabat.”

Sedangkan Syamsul A’immah As Sarkhasi Al Hanafi rahimahullah yang wafat tahun 490 H, penulis kitab Al Mabsuth berkata,”Sesungguhnya Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu termasuk seseorang, yang tidak ada seorangpun meragukan ‘adalah (kejujuran, kepercayaan serta ketaqwaannya, Pent.) nya dan persahabatannya yang lama dengan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam. Begitu juga kekuatan hafalan dan ketelitiannya. Sungguh Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam telah mendo’akan untuknya dengan hal itu (kekuatan hafalan) terhadap apa yang ia riwayatkan,” kemudian ia berkata,”Dia adalah orang yang sudah terkenal keadalahan, kekuatan hafalan dan ketelitiannya.” 

Al Imam Adz Dzahabi rahi,ahullah berkata,”Dia seorang hafizh yang faqih, ladangnya ilmu, dan termasuk tokoh senior dalam fatwa (kibaru a’immati ala fatwa), disamping ketinggian ibadah serta tawadhu’nya.” Dia juga memuji Abu Hurairah Radhiyallahu anhu dengan mensifatinya “Imam bagi para mujtahid, pemimpin para penghafal (hufazh) yang tekun, teliti serta cermat (tsibt), dan ia telah membawa ilmu yang banyak dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, baik dan penuh berkah di dalamnya. Dalam jumlah banyaknya, seorangpun tidak ada yang menyamai dan menyetarainya. Beliau juga, (dia) seorang yang berakhlaq mulia, kuat hafalannya. Kami tidak menemukan kekeliruannya dalam meriwayatkan hadits. Dia juga tokoh rujukan dalam Al Qur ‘an, As Sunnah dan fiqh.” 

Sedangkan lbnu Katsir rahimahullah, penulis kitab tafsir dan tarikh berkata, ”Sungguh Abu Hurairah Radhiyallahu anhu termasuk orang yang memiliki kejujuran, kekuatan hafalan, ketaqwaan, ketaatan beribadah, zuhud, dan beramal shalih dalam tingkat yang cukup besar. Dia juga memiliki keutamaan dan manaqib yang banyak, memiliki tutur kata yang baik dan nasihat yang banyak.” 

Begitulah kita melihat, betapa banyak perkataan dan sikap perbuatan yang memberikan tautsiq (pengakuan), baik dari kalangan para sahabat ataupun orang-orang setelah mereka dari abad abad pilihan, hingga abad berikutnya. 

Demikianlah sekilas tentang Abu Hurairah Radhiyallahu anhu menurut pandangan Salafush Shalih dari kalangan para shahabat, tabi’in dan tabi’ut tabi’in. Cukuplah sebagai bekal menjawab syubhat-syubhat yang dilontarkan oleh orang-orang yang tidak senang kepada Abu Hurairah Radhiyallahu anhu , yang dengan berbagai cara melontarkan opini yang rancu dan dusta atas beliau Radhiyallahu anhu . Hendaklah kita renungkan sabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dari Abu Sa’id Al Khudri.

لَا تَسُبُّوا أَصْحَابِي فَلَوْ أَنَّ أَحَدَكُمْ أَنْفَقَ مِثْلَ أُحُدٍ ذَهَبًا مَا بَلَغَ مُدَّ أَحَدِهِمْ وَلَا نَصِيفَهُ 

Janganlah kalian mencela sahabat-sahabatku. Seandainya salah seorang diantara kalian menginfakkan emas sebesar Gunung Uhud, niscaya kalian tidak bisa mencapai satu mud atau separuh mud derajat mereka. [HR Bukhari].

Semoga bermanfaat. Wallahu a’lam.

[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 03/Tahun VIII/1425H/2004. Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km.8 Selokaton Gondanrejo Solo 57183 Telp. 0271-761016]
_______
Footnote
[1].  Diangkat dari kitab Difa’un ‘An Abi Hurairah.

http://almanhaj.or.id/content/3092/slash/0
Readmore...

Kiat-kiat agar Mudah Mengerjakan Shalat Malam

 
Penulis: Ustadz Abu Muhammad Dzulqarnain (Murid Ulama Besar Saudi Arabia, Syaikh Shaleh bin Fauzan Al-Fauzan)

Berikut beberapa kiat yang insya Allah, sangat memudahkan seorang hamba untuk melaksanakan shalat malam.

Pertama: mengikhlaskan amalan hanya untuk Allah sebagaimana Dia telah memerintahkan dalam firman-Nya, 

وَمَا أُمِرُوا إِلَّا لِيَعْبُدُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ حُنَفَاءَ وَيُقِيمُوا الصَّلَاةَ وَيُؤْتُوا الزَّكَاةَ وَذَلِكَ دِينُ الْقَيِّمَةِ. 

“Padahal mereka tidak disuruh, kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (hal menjalankan) agama yang lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat. Yang demikian itulah agama yang lurus.” [Al-Bayyinah: 5]




Kedua: mengetahui keutamaan qiyamul lail dan kedudukan orang-orang yang mengerjakan ibadah tersebut di sisi Allah Ta’ala.

Hal tersebut karena siapa saja yang mengetahui keutamaan ibadah shalat malam, dia akan bersemangat untuk bermunajat kepada Rabb-nya dan bersimpuh dengan penuh penghambaan kepada-Nya. Hal ini tentunya dengan mengingat semua keutamaan yang telah diterangkan pada awal pembahasan buku ini. 

Ketiga: meninggalkan dosa dan maksiat karena dosa dan maksiat akan memalingkan hamba dari kebaikan.

Al-Fudhail bin ‘Iyadh rahimahullah berkata, “Apabila tidak mampu mengerjakan shalat malam dan puasa pada siang hari, engkau adalah orang yang terhalang dari (kebaikan) lagi terbelenggu. Dosa-dosamu telah membelenggumu.” [1] 

Keempat: menghadirkan di dalam diri bahwa Allah yang menyuruhya untuk menegakkan shalat malam itu. Bila seorang hamba menyadari bahwa Rabb-nya, yang Maha Kaya lagi tidak memerlukan sesuatu apapun dari hamba, telah memerintahnya untuk mengerjakan shalat malam itu, hal itu tentu menunjukkan anjuran yang sangat penting bagi hamba guna mendapatkan kebaikan untuk dirinya sendiri. Bukankah Allah telah menyeru Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan umat beliau dalam firman-Nya,

يَا أَيُّهَا الْمُزَّمِّلُ. قُمِ اللَّيْلَ إِلَّا قَلِيلًا. نِصْفَهُ أَوِ انْقُصْ مِنْهُ قَلِيلًا. أَوْ زِدْ عَلَيْهِ وَرَتِّلِ الْقُرْآنَ تَرْتِيلًا.

“Wahai orang yang berselimut (Muhammad), bangunlah (untuk mengerjakan shalat) pada malam hari, kecuali sedikit (dari malam itu), (yaitu) seperduanya atau kurangilah sedikit dari seperdua itu, atau lebih dari seperdua itu. Dan bacalah Al-Qur`an itu dengan perlahan-lahan.” [Al-Muzzammil: 1-4] 

Kelima: memperhatikan keadaan kaum salaf dan orang-orang shalih terdahulu, dari kalangan shahabat, tabi’in, dan setelahnya, tentang keseriusan mereka dalam hal mendulang pahala shalat malam ini.

Abu Dzar Al-Ghifary radhiyallahu ‘anhu berkata, “Wahai sekalian manusia, sesungguhnya aku adalah penasihat untuk kalian lagi orang yang sangat mengasihi kalian, kerjakanlah shalat oleh kalian pada kegelapan malam guna kengerian (alam) kuburan, berpuasalah di dunia untuk terik panas hari kebangkitan, dan bersedekahlah sebagai rasa takut terhadap hari yang penuh dengan kesulitan. Wahai sekalian manusia, sesungguhnya aku adalah penasihat untuk kalian lagi orang yang sangat mengasihi kalian.” [2]

Tsabit bin Aslam Al-Bunany rahimahullah berkata, “Tidak ada hal lezat yang saya temukan dalam hatiku melebihi qiyamul lail.” [3]

Sufyan Ats-Tsaury rahimahullah berkata, “Apabila malam hari datang, saya pun bergembira. Bila siang hari datang, saya bersedih.” [4]

Hisyam bin Abi Abdillah Ad-Dastuwa`iy rahimahullah berkata, “Sesungguhnya Allah mempunyai hamba-hamba yang menolak tidur pada malam hari karena mengkhawatirkan kematian saat mereka tidur.” [5]

Abu Sulaiman Ad-Darany rahimahullah berkata, “Ahli ketaatan merasa lebih lezat dengan malam hari mereka daripada orang yang lalai dengan kelalaiannya. Andaikata bukan karena malam hari, niscaya saya tidak suka tetap hidup di dunia.” [6]

Ketika Yazid Ar-Raqasy rahimahullah mendekati ajalnya, tampak tangisan dari beliau. Saat ditanya, “Apa yang membuatmu menangis?” Beliau menjawab, “Demi Allah, saya menangisi segala hal yang telah saya telantarkan berupa shalat lail dan puasa pada siang hari.” Beliau juga berkata, “… Wahai saudara-saudaraku, janganlah kalian tertipu dengan waktu muda kalian. Sungguh, bila sesuatu yang menimpaku, berupa kedahsyatan perkara (kematian) dan beratnya kepedihan maut, telah menimpa kalian, pastilah (kalian) hanya (akan berpikir) untuk keselamatan dan keselamatan, untuk kehati-hatian dan kehati-hatian. Bersegeralah, wahai saudara-saudaraku –semoga Allah merahmati kalian-.” [7]

Ishaq bin Suwaid Al-Bashry rahimahullah berkata, “Mereka (para Salaf) memandang bahwa tamasya (itu) adalah dengan berpuasa pada siang hari dan mengerjakan shalat pada malam hari.” [8]

Adalah Malik bin Dinar rahimahullah tidak tidur pada malam hari. Ketika ditanya, “Mengapa saya melihat manusia tidur pada malam hari, sedangkan engkau tidak?” Beliau menjawab, “Ingatan tentang neraka Jahannam tidak membiarkan aku untuk tidur.” [9]

Mu’adzah bintu Abdillah rahimahallah -yang menghidupkan malamnya dengan mengerjakan ibadah- berkata, “Saya takjub kepada mata (seseorang) yang tertidur, sedang dia mengetahui akan panjangnya tidur pada kegelapan kubur.” [10] 

Keenam: mengenal semangat syaithan untuk memalingkan manusia dari qiyamul lail. Dalam hadits Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

يَعْقِدُ الشَّيْطَانُ عَلَى قَافِيَةِ رَأْسِ أَحَدِكُمْ ثَلاَثَ عُقَدٍ إِذَا نَامَ بِكُلِّ عُقْدَةٍ يَضْرِبُ عَلَيْكَ لَيْلاً طَوِيلاً فَإِذَا اسْتَيْقَظَ فَذَكَرَ اللَّهَ انْحَلَّتْ عُقْدَةٌ وَإِذَا تَوَضَّأَ انْحَلَّتْ عُقْدَتَانِ فَإِذَا صَلَّى انْحَلَّتِ الْعُقَدُ فَأَصْبَحَ نَشِيطًا طَيِّبَ النَّفْسِ وَإِلاَّ أَصْبَحَ خَبِيثَ النَّفْسِ كَسْلاَنَ

“Syaithan mengikat tengkuk kepala salah seorang dari kalian sebanyak tiga ikatan ketika orang itu sedang tidur. Dia memukul setiap tempat ikatan (seraya berkata), ‘Malam yang panjang atas engkau, maka tidurlah.’ Apabila orang itu bangun kemudian menyebut nama Allah, terlepaslah satu ikatan. Apabila orang itu berwudhu, terlepaslah satu ikatan (yang lain). Apabila orang itu mengerjakan shalat, terlepaslah seluruh ikatannya. Orang itupun berada pada pagi hari dengan semangat dan jiwa yang baik. Kalau tidak (mengerjakan amalan-amalan tadi), orang itu akan berada pada pagi hari dalam keadaan jiwa yang jelek dan pemalas.” [11]

Ketujuh: memendekkan angan-angan dan banyak mengingat kematian. Ini adalah kaidah yang akan memacu semangat hamba dalam pelaksanaan ketaatan dan menghilangkan rasa malas. Dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma, beliau berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memegang bahuku seraya berkata,

كُنْ فِى الدُّنْيَا كَأَنَّكَ غَرِيبٌ ، أَوْ عَابِرُ سَبِيلٍ

‘Jadilah engkau di dunia seperti orang asing atau pengembara yang sekedar berlalu.’.”

Adalah Ibnu Umar berkata setelah itu, “Apabila berada pada waktu sore, janganlah engkau menunggu waktu pagi, dan, jika engkau berada pada waktu pagi, janganlah engkau menunggu waktu sore. Ambillah dari waktu sehatmu untuk waktu sakitmu, dan ambillah dari kehidupanmu untuk kematianmu.” [12]

Kedelapan: mengingat nikmat kesehatan dan waktu luang. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

نِعْمَتَانِ مَغْبُونٌ فِيهِمَا كَثِيرٌ مِنَ النَّاسِ ، الصِّحَّةُ وَالْفَرَاغُ

“Dua nikmat yang banyak manusia melalaikannya: kesehatan dan waktu luang.” [13]

Dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma, dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, Rasulullah bersabda kepada seorang lelaki sembari menasihati lelaki tersebut,

اغْتَنِمْ خَمْسًا قَبْلَ خَمْسٍ : شَبَابَكَ قَبْلَ هَرَمِكَ ، وَصِحَتَكَ قَبْلَ سَقَمِكَ ، وَغِنَاكَ قَبْلَ فَقْرِكَ ، وَفَرَاغَكَ قَبْلَ شُغْلِكَ ، وَحَيَاتَكَ قَبْلَ مَوْتِكَ

“Manfaatkan lima perkara dengan segera sebelum (datang) lima perkara; waktu mudamu sebelum (datang) waktu tuamu, kesehatanmu sebelum (datang) sakitmu, kekayaanmu sebelum (datang) kefakiranmu, waktu luangmu sebelum (datang) waktu sibukmu, dan kehidupanmu sebelum (datang) kematianmu.” [14] 

Kesembilan: segera tidur pada awal malam. Dalam hadits Abi Barzakh radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata,

وَكَانَ يَكْرَهُ النَّوْمَ قَبْلَهَا وَالْحَدِيثَ بَعْدَهَا

“Adalah (Rasulullah) membenci tidur sebelum (mengerjakan shalat) Isya dan berbincang-bincang setelah (mengerjakan shalat Isya) tersebut.” [15] 

Kesepuluh: menjaga etika-etika tidur yang dituntunkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, seperti tidur dalam keadaan berwudhu, membaca “tiga qul” (yakni surah Al-Ikhlash, Al-Falaq, dan An-Nas), ayat kursi, dua ayat terakhir dari surah Al-Baqarah, dzikir-dzikir yang disyariatkan untuk dibaca ketika tidur, serta tidur dengan bertumpu di atas rusuk kanan. 

Kesebelas: menghindari berbagai sebab yang mungkin melalaikan seorang hamba terhadap shalat malamnya. Para ulama menyebutkan bahwa di antara sebab tersebut adalah terlalu banyak makan dan minum, terlalu meletihkan diri pada siang hari dengan berbagai amalan yang tidak bermanfaat, tidak melakukan qailulah (tidur siang), dan selainnya.

Demikian beberapa pembahasan berkaitan dengan tuntunan Qiyamul Lail dan shalat Tarawih. Mudah-mudahan risalah ini bermanfaat untuk seluruh kaum muslimin dan bisa menjadi pedoman dalam hal menghidupkan malam-malam penuh berkah pada bulan Ramadhan dan seluruh bulan lain. Amin, Ya Rabbal ‘Alamin. Wallahu Ta’ala A’lam.


___________

Catatan kaki:

[1] Al-Hilyah karya Abu Nu’aim 8/96.


[2] Az-Zuhd karya Al-Imam Ahmad hal. 148 -dengan perantaraan Ruhbanul Lail 1/328-.



[3] Lihatlah Sifat Ash-Shafwah 2/262 karya Ibnul Jauzy.

[4] Bacalah Al-Jahr wa At-Ta’dil 1/85 karya Ibnu Abi Hatim.

[5] Dikeluarkan oleh Ibnu Abid Dunya, dalam Kitab At-Tahajjud wa Qiyamil Lail no. 61, dan Muhammad bin Nashr Al-Marwazy, sebagaimana dalam Mukhtashar Qiyamul Lail hal. 57.

[6] Disebutkan oleh Abu Nu’aim dalam Al-Hilyah 9/275, Ibnul Jauzy dalam Sifat Ash-Shafwah 2/262, dan Al-Khathib dalam Tarikh Baghdad 10/248.

[7] Diriwayatkan oleh Ibnu ‘Asakir dalam Tarikh-nya 65/92.

[8] Dikeluarkan oleh Ibnu Abid Dunya dalam Kitab At-Tahajjud wa Qiyamil Lail no. 35.

[9] Dikeluarkan oleh Ibnu Abid Dunya, dalam Kitab At-Tahajjud wa Qiyamil Lail no. 59, dan Muhammad bin Nashr Al-Marwazy, sebagaimana dalam Mukhtashar Qiyamul Lail hlm. 76.

[10] Siyar A’lam An-Nubala` 4/509.

[11] Diriwayatkan oleh Al-Bukhary, Muslim, Abu Dawud, An-Nasa`iy, dan Ibnu Majah.

[12] Diriwayatkan oleh Al-Bukhary, At-Tirmidzy, dan Ibnu Majah, hanya saja Ibnu Majah tidak menyebutkan ucapan Ibnu ‘Umar. Selain itu, ada tambahan pada akhir riwayat hadits beliau, “… dan hitunglah dirimu dari penghuni kubur.”

[13] Diriwayatkan oleh Al-Bukhary, At-Tirmidzy, dan Ibnu Majah.

[14] Diriwayatkan oleh Al-Hakim dan selainnya. Dishahihkan oleh Al-Albany.

[15] Diriwayatkan oleh Al-Bukhary, Muslim, Abu Dawud, At-Tirmidzy, An-Nasa`iy, dan Ibnu Majah.

Readmore...

Hukum Menyewakan Rumah Untuk Orang Non Muslim

 
Pertanyaan: 

Saya dan keluargaku tinggal di rumah dua tingkat. Tingkat pertama disewakan, terkadang yang menyewa orang hindu. Apakah merupakan suatu kesalahan kalau ada orang hindu yang tinggal bersama orang Islam di satu rumah?

Jawaban:

 Alhamdulillah

Tidak mengapa menyewakan rumah kepada non muslim dengan tujuan untuk tempat tinggal. Dan diharamkan menyewakan untuk dibuat kemaksiatan seperti untuk ibadah atau dibuat tempat kefasikan dan semisalnya. Yang lebih utama disewakan untuk orang Islam. 

As-Sarkhasy rahimahullah berkata, ‘Tidak mengapa seorang muslim menyewakan rumahnya untuk orang dzimmy (non Islam yang tinggal di Negara Islam) untuk tempat tinggal. Kalau di dalamnya dia minum khomr, menyembah salib atau memasukkan babi. Maka orang Islam tadi tidak terkena dosa apapun.  Karena dia menyewakan bukan untuk itu. Kemaksiatan tersebut merupakan prilaku orang yang menyewa. Maka pemilik rumah tidak berdosa akan hal itu.’ Selesai dari kitab ‘Al-Mabsut, 16/39. 

Telah ada dalam kitab ‘Al-Mausu’ah Al-Fiqhiyyah, 1/286: ‘Kalau orang dzimmi menyewa rumah dari orang Islam, dimana untuk dibuat gereja atau bar untuk menjual khomr. Maka mayoritas ulama’ (Malikiyah, Syafiiyyah, Hanabilah dan teman-teman Abu Hanifah) mengatakan bahwa persewaannya rusak. Karena untuk kemaksiatan. Kalau disewakan orang dzimmi contohnya untuk tempat tinggal, kemudian dibuat untuk geraja atau tempat ibadah secara umum. Maka persewaan terlaksana tanpa ada perbedaan. Sementara pemilik rumah dan orang Islam secara umum, ahli Hisbah (bagian yang menyuruh kebaikan dan melarang kemungkaran) melarangnya. Sebagaimana pelarangan tersebut ada pada rumah yang dimiliki orang dzimmi.’ Selesai. 

Dinukilkan dari Imam Ahmad rahimahullah memakruhkan hal itu dan memperketat dalam masalah jual beli. 

Al-Mardawi rahimahullah berkata, ‘Dinukilkan oleh Marwadzi (dari Imam Ahmad), Tidak dijual, (ditempat) yang diletakkan ukiran dan ditancapkan salib. (beliau) menganggap besar dan memperketat (masalah ini). Dinukilkan dari Abu Al-Harits, ‘Saya tidak melihat (tidak setuju) hal itu. Menjualnya kepada orang Islam lebih saya sukai. Al-Khollal mengatakan, ‘Masalah menurutku, tidak dijual dan tidak disewakan kepadanya. Karena maknanya satu. Abu Bakar Abdul Aziz mengatakan, ‘Tidak ada perbedaan antara penjualan dan penyewaan. Kalau dilarang dijual, maka dilarang juga disewakan. Syekh kami –yakni Syekh Taqiyudin- mengatakan (seperti itu) dan disetujui oleh AL-Qodi dan teman-temannya seperti itu. selesai dari kitab ‘Tashihul Furu’, 2/447. Sementara AL-Mardawi membenarkan pendapat yang memperbolehkan dengan memakruhkan.
Kesimpulannya, bahwa diperbolehkan menyewakan rumah kepada non muslim untuk tempat tinggal. Sementara disewakan kepada orang muslim itu yang lebih diutamakan.

Wallahu’alam .
Soal Jawab Tentang Islam
Sumber: islamqa.info 
Readmore...

Download Video: Sifat Shalat Nabi Edisi Kartun

 


Bismillah

Segala Puji bagi Allah Rabb Semesta Alam

Zaman semakan canggih belajar agamapun semakin mudah...
dengan video ini pun kita bisa belajar dan mengajarkan , terutama memberikan pendidikan islami kepada anak anak kita selagi dini.

diposting kali ini kami akan memberikan video belajar shalat sesuai tuntunan Nabi Muhammad shalallahu alaihi wasalam versi Kartun..

Maksud dari dibuatnya video ini agar anak anak kita lebih seneng melihat dan mempelajari video ini..

Judul Video: SIFAT SHALAT NABI Shalallahu 'alaihi wasalam Edisi Kartun
Penerbtit: MECCA AGENCY
Terdiri dari: 5 Part

Video SIFAT SHALAT NABI Shalallahu 'alaihi wasalam Edisi Kartun Part 1



Video SIFAT SHALAT NABI Shalallahu 'alaihi wasalam Edisi Kartun Part 2




Video SIFAT SHALAT NABI Shalallahu 'alaihi wasalam Edisi Kartun Part 3




Video SIFAT SHALAT NABI Shalallahu 'alaihi wasalam Edisi Kartun Part 4




Video SIFAT SHALAT NABI Shalallahu 'alaihi wasalam Edisi Kartun Part 5 





Catatan:
Video ini tidak untuk di perjual belikan

Publish: artikelassunnah.blogspot.com
Readmore...

Apakah Darah Orang Syi'ah Halal?

 



Pertanyaan: Karena Syi’ah adalah kelompok murtad dari Islam apakah halal darahnya dan bolehnya dia dibunuh?

Yang ingin tahu bahwa syiah telah murtad silahkan buka link ini Syiah Bukan Dari Islam

Dijawab oleh Ustadz Abdurrahman Thayyib, Lc.

Silakan simak jawaban beliau pada tanya jawab penting berikut ini, semoga bermanfaat.


 

Sumber: yufid.tv

Publikasi:artikelassunnah.blogspot.com
This posting includes an audio/video/photo media file: Download Now
Readmore...

Syiah Bukan dari Islam, Ini Buktinya!!!

 
Dikalangan kita Banyak yang mengatakan bahwa Syiah itu bagian dari islam ternyata SALAH.
Ternyata syiah bukan islam, Syiah Punya agama tersendri.

Berikut ini adalah perbedaan yang sangat menonjol antara agama islam dengan agama syi’ah, yang dengannya mudah-mudahan kaum muslimin dapat mengetahui hakekat sebenarnya ajaran agama syi’ah.

1. Pembawa Agama Islam adalah Muhammad Rasulullah.
1. Pembawa Agama Syi’ah adalah seorang Yahudi bernama Abdullah bin Saba’ Al Himyari. [Majmu' Fatawa, 4/435]

2. Rukun Islam menurut agama Islam:
1. Dua Syahadat
2. Sholat
3. Puasa
4. Zakat
5. Haji
[HR Muslim no. 1 dari Ibnu Umar] 
2. Rukun Islam ala agama Syi’ah:
1. Sholat
2. Puasa
3. Zakat
4. Haji
5. Wilayah/Kekuasaan
[Lihat Al Kafi Fil Ushul 2/18]

3. Rukun Iman menurut agama Islam ada 6 perkara, yaitu:
1. Iman Kepada Allah
2. Iman Kepada Malaikat
3. Iman Kepada Kitab-Kitab
4. Iman Kepada Para Rasul
5. Iman Kepada hari qiamat
6. Iman Kepada Qadha Qadar.
3. Rukun Iman ala Agama Syi’ah ada 5 Perkara, yaitu:
1. Tauhid
2. Kenabian
3. Imamah
4. Keadilan
5. Qiamat

4. Kitab suci umat Islam Al Qur’an yang berjumlah 6236 ayat (menurut pendapat yang masyhur).
4. Kitab suci kaum Syi’ah Mushaf Fathimah yang berjumlah 17.000 ayat (lebih banyak tiga kali lipat dari Al Qur’an milik kaum Muslimin).[Lihat kitab mereka Ushulul Kafi karya Al Kulaini 2/634]

5. Adzan menurut Agama Islam:
(Allōhu akbar) 4 kali
(Asyhadu allā ilāha illallōh) 2 kali
(Asyhadu anna Muhammadan rōsulullōh) 2 kali
(Hayya ‘alash Sholāh) 2 kali
(Hayya ‘alal falāh) 2 kali
(Allōhu akbar) 2 kali
(Lā ilāha illallōh) 2 kali
Lihat Video Adzan Agama Islam 
5. Adzan Ala Agama Syi’ah:
(Allōhu akbar) 4 kali
(Asyhadu allā ilāha illallōh) 2 kali
(Asyhadu anna Muhammadan rōsulullōh) 2 kali
(Asyhadu anna ‘Aliyyan waliyullōh) 2 kali
(Hayya ‘alash Sholāh) 2 kali
(Hayya ‘alal falāh) 2 kali
(Hayya ‘alā khoiril ‘amal) 2 kali
(Allōhu akbar) 2 kali
(Lā ilāha illallōh) 2 kali
 Lihat Video Adzan Agama Syiah

6. Islam meyakini bahwa sholat diwajibkan pada 5 waktu.
6. Agama Syi’ah meyakini bahwa sholat diwajibkan hanya pada 3 waktu saja.

7. Islam meyakini bahwa sholat jum’at hukumnya wajib. [QS Al Jumu'ah:9]
7. Agama Syi’ah meyakini bahwa sholat jum’at hukumnya tidak wajib.

8. Islam menghormati seluruh sahabat Rasulullah dan meyakini mereka orang-orang terbaik yang digelari Radhiallohu ‘Anhum oleh Allah. [QS At Taubah:100]
8. Agama Syi’ah meyakini bahwa seluruh sahabat Rasulullah telah kafir (Murtad) kecuali Ahlul Bait (versi mereka), salman Al Farisi, Al Miqdad bin Al Aswad, Abu Dzar Al Ghifari. [Ar Raudhoh Minal Kafi Karya Al Kulaini 8/245-246]

9. Islam meyakini bahwa Abu Bakar adalah orang terbaik dari umat ini setelah Rasulullah, kemudian setelahnya Umar bin Al Khatthab, lalu Utsman bin ‘Affan, lalu ‘Ali bin Abi Thalib.
9. Agama Syi’ah meyakini bahwa orang terbaik setelah Rasulullah adalah Ali bin Abi Thalib, adapun Abu Bakar dan Umar bin Al Khatthab adalah dua berhala quraisy yang terlaknat. [Ajma'ul Fadha'ih karya Al Mulla Kazhim hal. 157].

10. Islam meyakini bahwa Abu bakar adalah orang yang paling berhak menjadi khalifah sepeninggal Rasulullah.
10. Agama Syi’ah meyakini bahwa orang yang paling berhak menjadi khalifah sepeninggal Rasulullah adalah Ali bin Abi Thalib.

11. Islam meyakini bahwa Abu Bakar adalah khalifah pertama yang sah.
11. Agama Syi’ah memposisikan Abu Bakar sebagai perampas kekhalifahan dari ‘Ali bin Abi Thalib

12. Islam meyakini bahwa Mu’awiyah bin Abi Sufyan, ‘Amr bin Al ‘Ash, Abu Sufyan termasuk sahabat Rasulullah
12. Agama Syi’ah meyakini bahwa mereka pengkhianat dan telah kafir (Murtad) dari Islam.

13. Tata shalat agama Islam Lihat Videonya
13. Tata shalat agama Syiah Lihat Videonya

Perhatian: Semua yang kami sampaikan ini bersumberkan dari kitab-kitab yang mereka jadikan rujukan dan sebagiannya dari situs resmi mereka.

Lihat video Lainnya tentang Kesesatan syiah videosyiah.com

Sumber: haulasyiah.wordpress.com

Publikasi: artikelassunnah.blogspot.com (Sedikit tambahan)
Readmore...

Download Audio: Hakikat Syi’ah Nusairiyyah & Kondisi Warga Suriah

 



Kajian ini disampaikan oleh doktor yang berasal dari Suriah untuk menanggapi kondisi Suriah yang selama ini ditutup-tutupi dari media massa dimana ada peran syi’ah didalamnya. Baik itu menutup-nutupi berita ini untuk mencuat di media massa ataupun dalam menimpakan kedzoliman kepada Ahlus Sunnah Suriah.

Ya Allah, perlihatkan kebenaran kepada kami sebagai sebuah kebenaran dan berikan kepada kami rizki untuk mengikuti kebenaran itu. Ya Allah, perlihatkan kepada kami kebatilan sebagai sebuah kebatilan dan berikan kepada kami rizki untuk menjauhi kebatilan itu.

silahkan mendengarkan audionya




 1. Download kajian [14.41 MB]: Keutamaan Tanah Syam dan dan Hakikat Aqidah Syi'ah Nusairiyyah




2. Download kajian [13.62 MB]: Hakikat Aqidah Syi'ah Nusairiyyah dan Peran Syi'ah Iran Dalam Menimpakan Kedzoliman Kepada Ahlus Sunnah Suriah

Narasumber: Ustadz Firanda Andirja M.A , radiorodja.com

Publikasi: artikelassunnah.blogspot.com
This posting includes an audio/video/photo media file: Download Now
from Artikel As-Sunnah Email delivery powered by Google
Readmore...

Sanad Hadits Pada Syi’ah

 

Pada edisi yang lalu, Anda sekalian telah mengikuti penanya yang menafikan pembakaran ‘Ali radiyallahu anhu terhadap Syi’ah (pendukung) beliau yang telah ditetapkan dalam kitab-kitab mereka. Akan tetapi yang menarik perhatian darinya adalah  perendahan dia terhadap kitab-kitab hadits Ahlussunnah.
Tanpa melihat apakah dia orang yang mengethui ilmu hadits menurut Ahlussunnah ataukah tidak, maka mari kita mengenal ilmu hadits pada Syi’ah agar kita bisa melihat apakah ada ilmu hadits yang sebenarnya pada Syi’ah atau tidak.



Atas dasar ini, saya katakan kepada setiap orang yang tertipu dengan agama ini, bahwa Syi’ah imammiyyah (iman dua belas), tidak ada pada mereka satu sunnah pun, maksudnya tidak ditemukan pada mereka hadits-hadits dari Rasulullah sallallahu alaihi wasallam. Bahkan kitab-kitab hadits mereka, yang mereka amalkan dengan meriwayatkannya, adalah hadits-hadits yang dikatakan melalui lisan Abu ‘Abdillah, Ja’far as-Shadiq, iman keenam pada mereka.

Adapun sanad hadits-hadits, maka sanad tersebut mengundang gelak tawa, cemoohan, dan keanehan. Bagaimana seseorang masuk agama Syi’ah, sementara mereka tidak mengetahui sama sekali ilmu hadits; sebuah agama yang semuanya adalah kerugian, dan permainan serta kesia-siaan. Oleh karena itu,  tidak memeluk agama ini  orang  yang berakal dan berilmu. Akan tetapi yang masuk hanyalah orang yang tidak nalar, tidak berilmu, atau orang yang mencari harta atau kedudukan.

Agar saya tidak terlalu panjang dalam sisi ini, maka biarkanlah kita menghadirkan bersama sanad-sanad Syi’ah, dan periwayatannya dengan disertai komentar bahwa itu tidak dimaksudkan untuk mengajak tertawa, sekalipun benar-benar layak mengundang tawa, akan tetapi ini adalah sebuah ajakan untuk memperhatikan dan merenungkannya. Mudah-mudahan Allah Subhanallahu wa Ta’ala menuliskan hidayah bagi setiap orang yang mencari kebenaran dan orang-orang yang tertipu dengan agama Syi’ah.
Kami akan memilih kitab Syi’ah yang terpenting dan paling shahih dalam hal hadits, yaitu kitab Ushulul Kafi yang kata mereka setara dengan al-Bukhari menurut ahlussunnah.
Kita akan mempelajari kondisi sanad periwayatannya yang aneh, yang tidak akan dipercayai oleh akal. Maka diantara rlwayat-riwayat dalam kitab Ushulul Kafi, adalah sebagal berikut:

1.  Diriwayatkan beberapa hadits dan seorang laki-laki (Siapa laki-laki ini? tidak ada seorang pun yang mengetahuinya)
2.  Dari seorang laki-laki penduduk Bashrah (siapa dia, dan apa biografinya, tidak ada seorang pun yang mengetahuinya)
3.  Dari seekor keledai (tentu saja, tidak perlu kita tanyakan siapa keledai ini, dan apa biografinya, akan tetapi cukuplah Syi’ah merasa terhormat dengan meriwayatkan hadits-hadits mereka dari seekor keledai)
4.  Dari sebagian sahabat-sahabat kami (siapa sahabat-sahabat tersebut, tidak ada seorang pun yang mengetahuinya)
5.  Dari sejumlah sahabat-sahabat kami (siapa sahabat-sahabat tersebut, tidak ada seorang pun yang mengetahuinya)
6.  Dari seorang  laki-laki dari Thabaristan, dan disebut Muhammad (Iihatlah kalimat, ‘disebut    Muhammad’ lalu siapa Muhammad ini, apa biografinya? Tidak ada seorang pun yang tahu)
7.  Dari  seseorang yang menyebutkannya (ini termasuk teka-teki sanad yang ada pada syi’ah)
8.  Dari orang yang mengabarkannya (ini juga teka-teki sanad pada Syi’ah)
9.  Dari seorang laki-laki penduduk Madinah (siapa dia, dan apa biografinya, hingga kita bisa mengetahui ketersambungan sanad? Tidak ada seorang pun yang tahu)
10.  Dari sebagian sahabat-sahabat kami, saya kira dia adalah as-Sayyari (lihatlah kepada kedetailan sanad, perhatikantah agama ini yang berdiri di atas persangkaan)
11.  Dari seorang laki-laki penduduk Kufah yang dipanggil Abu Muhammad (Siapa dia dan biografinya, tidak ada seorang pun tahu, kemudian perhatikanlah kedetilan Syi’ah dalam menetapkannya)
12.  Dari sebagian sahabatnya dari penduduk Iraq (Allahu akbar, inikah sanad yang wajib bagi kita untuk mengambil agama kita darinya, dan kita yakin akan keshahihannya?!)
13.  Dari seorang laki-laki dari penduduk Halwan (!)
14.  Dari sebagian perawinya (!)
15.  Dari orang yang meriwayatkannya(!)

Siapa yang bisa percaya bahwa ini adalah keadaan mayoritas periwayatan Syi’ah?
Jadi, dengan segenap kemudahan, menjadi jelaslah bahwa mayoritas sanad-sanad periwayatan Syi’ah mengandung sanad-sanad seperti ini yang diriwayatkan dari orang-onang majhul (tidak diketahui). Maka bagaimana para pengikut suatu agama mengambil agama mereka dari orang-orang majhul (tak diketahui) yang menukilkan untuk mereka bagaimana mereka beribadah kepada Rabb mereka?!
Maka jika ini adalah keadaan hadits yang paling shahih pada Syi’ah, maka bagaimana keadaan kitab-kitab mereka yang lain?!

Sesungguhnya termasuk perkara yang telah kami tinjau, kami simpulkan bahwa para ulama Syi’ah tidak mengakui sanad-sanad ini. Adakalanya karena mereka mengetahui bahwa mereka berada di atas kebatilan, atau bahwa mereka mengetahui bahwa agama mereka tidak memiliki ushul dan qawa ‘id dalam ilmu yang agung ini (ilmu hadits, red). Dan sesungguhnya, termasuk bukti-bukti jelas, lagi terang, yang tidak menerima keraguan sama sekali bahwa para ulama Syi’ah tidak mengakui sanad adalah apa yang kami temukan dalam kitab NahjuI Balaghah yang mengandung khutbah-khutbah yang dinisbahkan kepada ‘All bin Abi Thalib radiyallahu ‘anhu, yang telah dikumpukan oleh as-Syanif ar-Ridha. Jika kita rnengetahui bahwa ar-Ridha dilahirkan pada tahun 359 H, dan dia melakukan pengumpulan khutbah khutbah ‘Ali radiyallahu anhu dalam kitab yang dia bernama NahjuI Balaghah sekitar tahun 400 H, dan seandainya jika juga tahu bahwa ‘Ali radiyallahu anhu mati syahid pada tahun 40 H, maka tersingkaplah bahwa antara Ali radiyallahu anhu dan ar-Ridha terpaut sekitar 360 tahun.

Jadi, bagaimana mungkin ar-Ridha mampu mengumpulkan khutbah-khutbah ‘Ali radiyallahu anhu dalam kitab tanpa mengalami tahrif (penyimpangan, pemalsuan), apalagi khutbah-khutbah tersebut tanpa sanad-sanad. Bahkan ar-Ridha mengisyaratkan dalam permulaan setiap khutbah, ‘Dan di antara khutbah beliau ‘alaihiss salam.” Bahkan yang lebih tercela dari ini adalah bahwa kitab tersebut paling shahih setelah al-Qur’an menurut $yi’ah!

Al-Amin berkata dalam A’yanus Syi’ah, ‘Sesungguhnya Nahjul Balaghah, bersamaan dengan keshahihan sanad-sanadnya dalam berbagal kitab, dan keagungan kedudukan, keadilah, dan ketsiqahan pengumpulnya, maka tidak membutuhkan saksi atas keshahihan penisbatannya kepada Imamul Fashahah wal Balaghah, bahkan dia memiliki berbagai penguat darinya
Dia juga berkata dalam halaman yang sama,’Kami katakan bahwa Nahjul Balaghah tidak membutuhkan penguat, bahwa dia sendiri yang menyaksikan dirinya sendiri sebagaimana matahari tidak membutuhkan saksi bahwa dia adalah matahari’ (A’yanus syi’ah, juz I bab Kalamun fi NahjiI Balaghah, hal. 79)
Demikianlah al-Amin Iari dari penetapan keshahihan penisbatan  khutbah-khutbah yang ada dalam kitab tersebut kepada Ali radiyallahu anhu, meninggalkan metode ilmiah, lalu bersaksi dengan ucapan seperti ini yang berhak untuk ditulis dengan air radiator.

Sungguh, benar-benar termasuk perkara yang menggelikan adalah bahwa datang seorang dan Syi’ah kemudian memberikan komentar atas kitab-kitab hadits pada Ahlussunnah yang mereka (ahlussunnah) itu telah meletakkan dasar-dasar ilmu hadits, dan bersendirian (teristimewakan) tanpa pemeluk agama-agama manapun, dan tanpa kelompok kelompok sesat yang menisbahkan dirinya kepada Islam dengan dusta. Karena sesungguhnya perkara pertama yang dilihat oleh ahli hadits pada ahlussunnah adalah sanad, dan sisi ketersambungannya. Yang demikian itu adalah demi menjauhkan dan berbagai perkara yang menggugurkan, seperti mursal, munqathi, mudallis, khafiy, dan mu’allaq. Kemudian setelah itu melewati langkah berikutnya, yaitu mengetahui para perawi dan tingkat kejujuran mereka, yaitu masalah jarh wat ta’dil dan segala perkara yang dikandungnya dan pengenalan ilmu sejarah para perawi, dan ilmu nama-nama para perawi. Dan saat ada kontradiksi pada sebagian hadits, maka dilihatlah matannya. Seluruh ilmu yang agung ini, dikhususkan oleh Allah bagi ahlussunnah wal jama’ah. Maka jadilah agama mereka adalah agama yang benar, sementara selain mereka tersesat di dalam lautan kegelapan dan kesesatan.

Maka segala puji bagi Allah Subhanallahu wa Ta’ala yang telah memberikan nikmat mengikuti agama yang memiliki kaidah-kaidah rinci, dan ushul yang bersih dalam mengetahui kebenaran dan kebatilan kepada kita. (AR)*

Sumber: Majalah Qiblati edisi 01 Tahun VII
Readmore...

Fatwa 8 Ulama Salaf yang Mengkafirkan Syi’ah Rafidhah

 
Oleh: Ahmad ‘Isy Karim 

Kitab Al-Sunnah oleh Al-Khalal/ dar-alfarouk 

Al-Hamdulillah, segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam semoga terlimpah kepada Rasul yang diutus sebagai rahmat bagi semesta alam, Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, keluarga dan para sahabatnya.
Syi’ah termasuk sekte Islam yang sudah berusia ratusan tahun. Sejak abad-abad awal Islam sudah menunjukkan jati dirinya. Namun dalam kurun waktu yang lama tersebut, kebencian mereka kepada pihak-pihak lain tetap eksis. Mereka mencela, mencaci, menfasikkan, dan mengafirkan Abu Bakar, Umar, dan Utsman, dan ‘Aisyah. Bahkan mereka menyatakan kekafiran mayoritas sahabat. Selanjutnya mereka mengafirkan dan memusuhi setiap orang yang memuliakan para sahabat di atas. Sehingga dari sini, para ulama Islam menghukumi mereka sudah keluar dari Islam berdasarkan keterangan yang jelas dari Al-Qur’an dan Sunnah tentang keutamaan para sahabat Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam.



Pendapat Tentang Kafirnya Sekte Syiah

Kami tidak menghakimi. Tugas kami hanya menyampaikan keterangan dan menunjukkan bukti. Dan ternyata didapati, yang berpendapat bahwa Syi’ah itu kafir adalah para Imam-Imam Besar Islam, seperti: Imam Malik, Imam Ahmad, Imam Bukhari dan lain-lain. Berikut ini beberapa pendapat dan fatwa para ulama Islam mengenai golongan Syi’ah Rafidhah yang disebut dengan Itsna Asy’ariyah dan Ja’fariyah.

Pertama: Imam Malik

Al-Khalal meriwayatkan dari Abu Bakar al Marwadzi, ia berkata: “Saya mendengar Abu Abdullah berkata, bahwa Imam Malik berkata:

الذي يشتم أصحاب النبي صلى الله عليه وسلم ليس لهم اسم أو قال : نصيب في الإسلام

Orang yang mencela shahabat-shahabat Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, maka ia tidak termasuk dalam golongan Islam.(As Sunnah, milik al-Khalal:  2/557)

Ibnu katsir berkata saat menafsirkan firman Allah Ta’ala:

مُحَمَّدٌ رَسُولُ اللَّهِ وَالَّذِينَ مَعَهُ أَشِدَّاءُ عَلَى الْكُفَّارِ رُحَمَاءُ بَيْنَهُمْ تَرَاهُمْ رُكَّعًا سُجَّدًا يَبْتَغُونَ فَضْلًا مِنَ اللَّهِ وَرِضْوَانًا سِيمَاهُمْ فِي وُجُوهِهِمْ مِنْ أَثَرِ السُّجُودِ ذَلِكَ مَثَلُهُمْ فِي التَّوْرَاةِ وَمَثَلُهُمْ فِي الْإِنْجِيلِ كَزَرْعٍ أَخْرَجَ شَطْأَهُ فَآَزَرَهُ فَاسْتَغْلَظَ فَاسْتَوَى عَلَى سُوقِهِ يُعْجِبُ الزُّرَّاعَ لِيَغِيظَ بِهِمُ الْكُفَّارَ وَعَدَ اللَّهُ الَّذِينَ آَمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ مِنْهُمْ مَغْفِرَةً وَأَجْرًا عَظِيمًا [الفتح/29]

“ Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengan Dia adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka. kamu Lihat mereka ruku’ dan sujud mencari karunia Allah dan keridhaan-Nya, tanda-tanda mereka tampak pada muka mereka dari bekas sujud. Demikianlah sifat-sifat mereka dalam Taurat dan sifat-sifat mereka dalam Injil, Yaitu seperti tanaman yang mengeluarkan tunasnya Maka tunas itu menjadikan tanaman itu kuat lalu menjadi besarlah Dia dan tegak Lurus di atas pokoknya; tanaman itu menyenangkan hati penanam-penanamnya karena Allah hendak menjengkelkan hati orang-orang kafir (dengan kekuatan orang-orang mukmin). Allah menjanjikan kepada orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh di antara mereka ampunan dan pahala yang besar.

Beliau berkata: “Dari ayat ini, dalam satu riwayat dari Imam Malik –rahmat Allah terlimpah kepadanya-, beliau mengambil kesimpulan tentang kekafiran Rafidhah yang membenci para shahabat Radhiyallahu ‘Anhum. Beliau berkata: “Karena mereka ini membenci para shahabat, dan barangsiapa membenci para shahabat, maka ia telah kafir berdasarkan ayat ini.” Pendapat ini disepakati oleh segolongan ulama radhiyallahu ‘anhum.” (Tafsir Ibnu Katsir: 4/219)[i]
Imam al-Qurthubi rahimahullah berkata:

لقد أحسن مالك في مقالته وأصاب في تأويله فمن نقص واحداً منهم أو طعن عليه في روايته فقد رد على الله رب العالمين وأبطل شرائع المسلمين

“Sungguh sangat bagus ucapan Imam Malik itu dan benar penafsirannya. Siapa pun yang menghina seorang dari mereka (sahabat Nabi) atau mencela periwayatannya, maka ia telah menentang Allah, Tuhan alam semesta dan membatalkan syari’at kaum Muslimin.” (Tafsir al-Qurthubi: 16/297)

Kedua: Imam Ahmad

Banyak riwayat telah datang darinya dalam mengafirkan golongan Syi’ah Rafidhah. Di antaranya: Al-Khalal meriwayatkan dari Abu Bakar al Marwadzi, ia berkata: “Aku bertanya kepada Abu Abdillah tentang orang yang mencela Abu Bakar, Umar, dan ‘Aisyah?” Beliau menjawab,

ما أراه على الإسلام

“Aku tidak melihatnya di atas Islam.”

Al-Khalal berkata lagi: Abdul Malik bin Abdul Hamid memberitakan kepadaku, ia berkata: Aku mendengar Abu Abdillah berkata:

من شتم أخاف عليه الكفر مثل الروافض

Barang siapa mencela (sahabat Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam) maka aku khawatir ia menjadi kafir seperti halnya orang-orang Rafidhah.” Kemudian beliau berkata:

من شتم أصحاب النبي صلى الله عليه وسلم لا نأمن أن يكون قد مرق عن الدين

Barangsiapa mencela Shahabat Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam maka kami khawatir ia telah keluar dari Islam (tanpa disadari).” (Al-Sunnah, Al-Khalal: 2/557-558)

Al-Khalal berkata: Abdullah bin Ahmad bin Hambal menyampaikan kepadaku, katanya: “Saya bertanya kepada ayahku perihal seseorang yang mencela salah seorang dari Shahabat Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam. Maka beliau menjawab:

ما أراه على الإسلام

Aku tidak melihatnya di atas Islam”.” (Al-Sunnah, Al-Khalal: 2/558. Bacalah: Manaakib al Imam Ahmad, oleh Ibnu Al-Jauzi, hal. 214)

Tersebut dalam kitab As Sunnah karya Imam Ahmad, mengenai pendapat beliau tentang golongan Rafidhah:

هم الذين يتبرأون من أصحاب محمد صلى الله عليه وسلم ويسبونهم وينتقصونهم ويكفرون الأئمة إلا أربعة : علي وعمار والمقداد وسلمان وليست الرافضة من الإسلام في شيء

Mereka itu adalah golongan yang menjauhkan diri dari shahabat Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam dan mencelanya, menghinanya serta mengkafirkannya kecuali hanya empat orang saja yang tiada mereka kafirkan, yaitu: Ali, Ammar, Miqdad dan Salman. Golongan Rafidhah ini sama sekali bukan Islam.” (Al-Sunnah, milik Imam Ahmad: 82)
Ibnu Abdil Qawiy berkata: “Adalah imam Ahmad mengafirkan orang yang berlepas diri dari mereka (yakni para sahabat) dan orang yang mencela ‘Aisyah Ummul Mukminin serta menuduhnya dengan sesuatu yang Allah telah membebaskan darinya, seraya beliau membaca:

يَعِظُكُمَ اللَّهُ أَنْ تَعُودُوا لِمِثْلِهِ أَبَدًا إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ

Allah menasehati kamu, agar kamu jangan mengulang hal seperti itu untuk selama-lamanya, jika kamu benar-benar beriman.” (QS. Al-Nuur: 17. Dinukil dari Kitab Maa Dhahaba Ilaihi al-Imam Ahmad: 21)

Ketiga: Imam Al Bukhari (wafat tahun 256 H)

Beliau berkata:

ما أبالي صليت خلف الجهمي والرافضي ، أم صليت خلف اليهود والنصارى ولا يسلم عليهم ولا يعادون ولا يناكحون ولا يشهدون ولا تؤكل ذبائحهم

Bagi saya sama saja, apakah aku shalat di belakang seorang Jahmi (beraliran Jahmiyah) atau seorang Rafidzi (beraliran Syi’ah Rafidhah), atau aku shalat dibelakang Imam Yahudi atau Nashrani. Dan (seorang muslim) tidak boleh memberi salam kepada mereka, mengunjungi mereka ketika sakit, kawin dengan mereka, menjadikan mereka sebagai saksi dan memakan sembelihan mereka.” (Khalqu Af’al al-Ibad: 125)

Keempat: Abdurrahman bin Mahdi

Imam al-Bukhari berkata: Abdurrahman bin Mahdi berkata: “Keduanya adalah agama tersendiri, yakni Jahmiyah dan Rafidhah (Syi’ah).” (Khalqu Af’al al-Ibad: 125)

Kelima: Al-Faryabi

Al-Khalal meriwayatkan, ia berkata: “Telah menceritakan kepadaku Harb bin Ismail al- Kirmani, ia berkata: “Musa bin Harun bin Zayyad menceritakan kepada kami, ia berkata: “Saya mendengar al-Faryabi dan seseorang yang bertanya kepadanya tentang orang yang mencela Abu Bakar. Jawabnya: “Dia Kafir.” Lalu ia berkata: “Apakah orang semacam itu boleh dishalatkan jenazahnya?” Jawabnya: “Tidak.” Dan aku bertanya pula kepadanya: “Apa yang dilakukan terhadapnya, padahal orang itu juga telah mengucapkan Laa Ilaaha Illallah?” Jawabnya: “Jangan kamu sentuh (Jenazahnya) dengan tangan kamu, tetapi kamu angkat dengan kayu sampai kamu menurunkan ke liang lahatnya.” (al-Sunnah, milik al-Khalal: 2/566)

Keenam: Ahmad bin Yunus

Kunyahnya adalah Ibnu Abdillah. Ia dinisbatan kepada datuknya, yaitu salah seorang Imam (tokoh) As-Sunnah. Beliau termasuk penduduk Kufah, tempat tumbuhnya golongan Rafidhah. Beliau menceritakan perihal Rafidhah dengan berbagai macam alirannya. Ahmad bin Hambal telah berkata kepada seseorang: “Pergilah anda kepada Ahmad bin Yunus, karena dialah seorang Syeikhul Islam.”
Para ahli Kutubus Sittah telah meriwayatkan Hadits dari beliau. Abu Hatim berkata: “Beliau adalah orang kepercayaan lagi kuat hafalannya”. Al-Nasaai berkata: “Dia adalah orang kepercayaan.” Ibnu Sa’ad berkata: “Dia adalah seorang kepercayaan lagi jujur, seorang Ahli Sunnah wal Jama’ah.” Ibnu Hajar menjelaskan, bahwa Ibnu Yunus telah berkata: “Saya pernah datang kepada Hammad bin Zaid, saya minta kepada beliau supaya mendiktekan kepadaku sesuatu hal tentang kelebihan Utsman. Jawabnya: “Anda ini siapa?” Saya jawab: “Seseorang dari negeri Kufah.” Lalu ia berkata: “Seorang Kufah menanyakan tentang kelebihan-kelebihan Utsman. Demi Allah, aku tidak akan menyampaikannya kepada Anda, kalau Anda tidak mau duduk sedangkan aku tetap berdiri!” Beliau wafat tahun 227 H. (Tahdzibut Tahdzib, 1:50, Taqribut Tahdzib, 1:29).

Beliau (Ahmad bin Yunus) rahimahullah berkata,

لو أن يهودياً ذبح شاة ، وذبح رافضي لأكلت ذبيحة اليهودي ، ولم آكل ذبيحة الرافضي لأنه مرتد عن الإسلام

Seandainya saja seorang Yahudi menyembelih seekor kambing dan seorang Rafidhi (Syi’i) juga menyembelih seekor kambing, niscaya saya hanya memakan sembelihan si Yahudi, dan aku tidak mau makan sembelihan si Rafidhi. Karena dia telah murtad dari Islam.” (Al-Sharim al-Maslul, Ibnu Taimiyah: 57)

Ketujuh: Al-Qadhi Abu Ya’la

Beliau berkata, “Adapun Rafidhah, maka hukum terhadap mereka . . . sesungguhnya mengafirkan para sahabat atau menganggapnya fasik, yang berarti mesti masuk neraka, maka orang semacam ini adalah kafir.” (Al Mu’tamad, hal. 267)
. . sesungguhnya mengafirkan para sahabat atau menganggapnya fasik, yang berarti mesti masuk neraka, maka orang semacam ini adalah kafir. . .
Sementara Rafidhah (Syi’ah) sebagaimana terbukti di dalam pokok-pokok ajaran mereka adalah orang-orang yang mengkafirkan sebagian besar Shahabat Nabi. Silahkan baca kembali tulisan yang telah kami posthing:
Kitab Syi’ah Melaknat dan Mengafirkan Abu Bakar, Umar dan ‘Aisyah

Kedelapan: Ibnu Hazam al-Zahiri
Beliau berkata: “Pendapat mereka (Yakni Nashrani) yang menuduh bahwa golongan Rafidhah (Syi’ah) merubah Al-Qur’an, maka sesungguhnya golongan Syi’ah Rafidhah bukan termasuk bagian kaum muslimin. Karena golongan ini muncul pertama kalinya setelah dua puluh lima tahun dari wafatnya Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam. Syi’ah Rafidhah adalah golongan yang mengikuti langkah-langkah Yahudi dan Nashrani dalam melakukan kebohongan dan kekafiran.” (Al-fashl fi al-Milal wa al-Nihal: 2/213)[ii]

Beliau berkata: “Salah satu pendapat golongan Syi’ah Imamiyah, baik yang dahulu maupun sekarang ialah Al-Qur’an itu sesungguhnya telah diubah.”

Kemudian beliau berkata: “Orang yang berpendapat, bahwa Al Qur’an ini telah diubah adalah benar-benar kafir dan men-dustakan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam.(Al Fashl: 5/40)
Beliau berkata: “Tidak ada perbedaan pendapat di kalangan semua kelompok umat Islam Ahlus Sunnah, Mu’tazilah, Murji’ah, Zaidiyah, bahwa adalah wajib berpegang kepada Al Qur’an yang biasa kita baca ini ” Dan hanya golongan Syi’ah ekstrim sajalah yang menyalahi sikap ini. Dengan sikapnya itu mereka menjadi kafir lagi musyrik, menurut pendapat semua penganut Islam. Dan pendapat kita sama sekali tidak sama dengan mereka (Syi’ah). Pendapat kita hanyalah sejalan dengan sesama pemeluk agama kita.” (Al Ihkam Fii Ushuuli Ahkaam: 1/96)

Beliau berkata pula: “Ketahuilah, sesungguhnya Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam tidak pernah menyembunyikan satu kata pun atau satu huruf pun dari syariat Ilahi. Saya tidak melihat adanya keistimewaan pada manusia tertentu, baik anak perempuannya atau keponakan laki-lakinya atau istrinya atau shahabatnya, untuk mengetahui sesuatu syariat yang disembunyikan oleh Nabi terhadap bangsa kulit putih, atau bangsa kulit hitam atau penggembala kambing. Tidak ada sesuatu pun rahasia, perlambang ataupun kata sandi di luar apa yang telah disampaikan oleh Rasulullah kepada umat manusia. Sekiranya Nabi menyembunyikan sesuatu yang harus disampaikan kepada manusia, berarti beliau tidak menjalankan tugasnya. Barang siapa beranggapan semacam ini, berarti ia kafir. (Al Fashl, 2:274-275)
Orang yang berkeyakinan semacam ini dikafirkan oleh Ibnu Hazm. Dan keyakinan semacam ini dipegang oleh Syi’ah Itsna Asy’ariyah. Pendapat ini dikuatkan oleh guru-guru beliau pada masanya dan para ulama sebelumnya.

Penutup
Dan Masih banyak lagi perkataan-perkataan para ulama yang sangat tegas terhadap Syi’ah Rafidhah yang memiliki keyakinan berbeda dari aqidah kaum muslimin dan menyimpang dari ketentuan Al-Qur’an dan Sunnah Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam. Rasanya tidak ada habisnya menjelaskan keyakinan batil golongan syi’ah, baik dari ulama terdahulu maupun belakangan. Namun sayang kenapa banyak manusia bisa disesatkan dan tertarik kepada ajaran yang sangat jelas kebatilannya. Semoga Allah melindungi kita dan kaum mukminin secara keseluruhan dari jerat dan tipu daya golongan Syi’ah Rafidhah. [PurWD/voa-islam.com] 2012/01/06




Sumber & Catatan kaki :  nahimunkar.com
Judul Asli : Fatwa 8 Ulama yang Mengkafirkan Syi’ah Rafidhah
_________________________________________________
[i]   تفسير ابن كثير – (ج 7 / ص 362)
{ لِيَغِيظَ بِهِمُ الْكُفَّارَ } .
ومن هذه الآية انتزع الإمام مالك -رحمه الله، في رواية عنه-بتكفير الروافض الذين يبغضون الصحابة، قال: لأنهم يغيظونهم، ومن غاظ الصحابة فهو كافر لهذه الآية. ووافقه طائفة من العلماء على ذلك. والأحاديث في فضائل الصحابة والنهي عن التعرض لهم بمساءة كثيرة  ، ويكفيهم ثناء الله عليهم، ورضاه عنهم.
 [ii]    الفصل في الملل – (ج 2 / ص 65)
وأما قولهم في دعوى الروافض تبديل القراءات فإن الروافض ليسوا من المسلمين إنما هي فرق حدث أولها بعد موت النبي صلى الله عليه و سلم بخمس وعشرين سنة وكان مبدؤها إجابة من خذله الله تعالى لدعوة من كاد الإسلام وهي طائفة تجري مجرى اليهود والنصارى في الكذب والكفر وهي طوائف أشدهم غلوا يقولون بالهية علي بن أبي طالب والآلهية جماعة معه وأقلهم غلوا يقولون أن الشمس ردت على علي بن أبي طالب مرتين فقوم هذا أقل مراتبهم في الكذب أيستشنع منهم كذب يأتون به وكل من يزجره عن الكذب ديانة أو نزاهة نفس أمكنه أن يكذب ما شاء وكل دعوى بلا برهان فليس يستدل بها عاقل سواء كانت له أو عليه ونحن أن شاء الله تعالى نأتي بالبرهان الواضح الفاضح لكذب الروافض فيما افتعلوه من ذلك from Artikel As-Sunnah
Readmore...
sunnah

blog copas