Islam Masuk Nusantara Ketika Rasulullah Masih Hidup

 
Masih ingatkah kita semua tatkala masih duduk di bangku sekolah, saat mendengar bapak atau ibu guru bercerita tentang sejarah masuknya Islam di Nusantara? “Agama Islam,” kata mereka, “… masuk ke Nusantara lewat para pedagang dari Gujarat, India.” Kini, puluhan tahun kemudian, coba buka buku sejarah anak-anak kita. Lihat bab mengenai masuknya Islam di Nusantara.

Ternyata, masih banyak buku teks sejarah di sekolah-sekolah kita yang juga menuliskan jika Islam masuk di Nusantara lewat Gujarat di abad ke-13 Masehi. Hal ini diyakini berdasarkan catatan Marco Polo yang pada 1292 pernah singgah di Sumatera Utara dan menemukan sebuah kampung di mana warganya Muslim, lalu juga nisan makam Sultan Malik al-Shaleh yang berangka 1297 M. Teori yang menyebutkan Islam masuk di Nusantara berasal dari Gujarat secara populer disebut sebagai Teori Gujarat. Teori ini berasal dari seorang orientalis Belanda yang mengaku-aku masuk Islam bernama Snouck Hurgronje. Ironisnya, oleh pemerintah dalam hal ini Kementerian Pendidikan Nasional, teori yang sesunguhnya penuh racun ini seolah dijadikan pembenaran tunggal bagi sejarah masuknya Islam di Nusantara.

Padahal, teori Gujarat tersebut banyak mendapat tentangan, bukan saja dari para intelektual Muslim, seperti HAMKA dan juga sejarawan Mansyur Suryanegara, namun juga dari intelektual Barat, dengan segala fakta-fakta arkeologis dan literatur kuno yang ditemukan.

Salah seorang penentang Teori Gujarat van Hurgronje adalah Prof. Dr. HAMKA yang menegaskan jika seorang pencatat sejarah Tiongkok yang mengembara pada 674 M telah menemukan satu kelompok bangsa Arab yang berdiam di pesisir Barat Sumatera. HAMKA juga menambahkan bahwa temuan ini telah diyakini kebenarannya oleh para pencatat sejarah dunia Islam di Princetown University di Amerika.(1)

Temuan HAMKA diamini oleh Peter Bellwood(2), seorang Reader in Archaeology di Australia National University, yang telah melakukan banyak penelitian arkeologis di Polynesia dan Asia Tenggara. Bellwood menemukan bukti-bukti jika sebelum abad kelima masehi, yang berarti Rasulullah SAW belum lahir, beberapa jalur perdagangan utama telah berkembang menghubungkan kepulauan Nusantara dengan Cina. Temuan beberapa tembikar Cina serta benda-benda perunggu dari zaman Dinasti Han dan zaman-zaman sesudahnya di selatan Sumatera dan di Jawa Timur membuktikan hal ini. Bellwood dalam catatan kakinya3 menulis, “Museum Nasional di Jakarta memiliki beberapa bejana keramik dari beberapa situs di Sumatera Utara. Selain itu, banyak barang perunggu Cina, yang beberapa di antaranya mungkin bertarikh akhir masa Dinasti Zhou (sebelum 221 SM), berada dalam koleksi pribadi di London. Benda-benda ini dilaporkan berasal dari kuburan di Lumajang, Jawa Timur, yang sudah sering dijarah…” Bellwood dengan ini hendak menyatakan bahwa sebelum tahun 221 SM, para pedagang pribumi diketahui telah melakukan hubungan dagang dengan para pedagang dari Cina. Menurutnya, perdagangan pada zaman itu di Nusantara dilakukan antar sesama pedagang, tanpa ikut campurnya kerajaan, jika yang dimaksudkan kerajaan adalah pemerintahan dengan seorang raja dengan wilayah yang luas. Sebab kerajaan Budha Sriwijaya yang berpusat di selatan Sumatera baru berdiri pada 607 Masehi (Wolters 1967; Hall 1967, 1985).

Adanya jalur perdagangan utama dari Nusantara-terutama Sumatera dan Jawadengan Cina juga diakui oleh sejarahwan G.R. Tibbetts. Tibbetts meneliti hubungan perniagaan yang terjadi antara para pedagang dari Jazirah Arab dengan para pedagang dari wilayah Asia Tenggara pada zaman pra-Islam. Tibbetts menemukan bukti-bukti adanya kontak dagang antara negeri Arab dengan Nusantara saat itu. “Keadaan ini terjadi karena kepulauan Nusantara telah menjadi tempat persinggahan kapal-kapal pedagang Arab yang berlayar ke negeri Cina sejak abad kelima Masehi.(4) Bahkan peneliti sejarah kuno dari London University, Robert Dick-Read, lebih berani lagi dengan menyatakan jika pada masa awal Masehi, pelaut-pelaut Nusantara telah menjadi pioner bagi jalur perdagangan dunia hingga ke benua Afrika. Bahkan perdagangan bangsa Cina sangat tergantung pada jasa pelaut-pelaut Nusantara dalam mengarungi samudera luas.(5)
Sebuah dokumen kuno asal Tiongkok juga menyebutkan bahwa menjelang seperempat tahun 700 M atau sekitar tahun 625 M-hanya berbeda 15 tahun setelah Rasulullah menerima wahyu pertama atau sembilan setengah tahun setelah Rasulullah berdakwah terang-terangan kepada bangsa Arab-di sebuah pesisir pantai Sumatera sudah ditemukan sebuah perkampungan Arab Muslim yang masih berada dalam kekuasaan wilayah Kerajaan Budha Sriwijaya.

Disebutkan pula bahwa di perkampungan-perkampungan ini, orang-orang Arab bermukim dan telah melakukan asimilasi dengan penduduk pribumi dengan jalan menikahi perempuan-perempuan lokal secara damai. Mereka sudah beranak–pinak di sana. Dari perkampungan-perkampungan ini mulai didirikan tempat-tempat pengajian al-Qur’an dan pengajaran tentang Islam sebagai cikal bakal madrasah dan pesantren, umumnya juga merupakan tempat beribadah (masjid).(6) Dari berbagai literatur, diyakini bahwa kampung Islam di daerah pesisir Barat Pulau Sumatera itu bernama Barus atau yang juga disebut Fansur. Kampung kecil ini merupakan sebuah kampung kuno yang berada di antara kota Singkil dan Sibolga, sekitar 414 kilometer selatan Medan. Di zaman Sriwijaya, kota Barus masuk dalam wilayahnya. Namun ketika Sriwijaya mengalami kemunduran dan digantikan oleh Kerajaan Aceh Darussalam, Barus pun masuk dalam wilayah Aceh. Amat mungkin Barus merupakan kota tertua di Indonesia mengingat dari seluruh kota di Nusantara, hanya Barus yang namanya sudah disebut-sebut sejak awal Masehi oleh literatur-literatur Arab, India, Tamil, Yunani, Syiria, Armenia, China, dan sebagainya. Sebuah peta kuno yang dibuat oleh Claudius Ptolomeus, salah seorang Gubernur Kerajaan Yunani yang berpusat di Aleksandria Mesir, pada abad ke-2 Masehi, juga telah menyebutkan bahwa di pesisir barat Sumatera terdapat sebuah bandar niaga bernama Barousai (Barus) yang dikenal menghasilkan wewangian dari kapur barus. Di masa sebelum masehi, sangat sulit menemukan catatan tua di Jawa yang bisa membuka selubung gelap sejarah awalnya. Pangeran Aji Saka sendiri baru “diketahui” memulai sistem penulisan huruf Jawi kuno yang berdasarkan pada tipologi huruf Hindustan pada masa antara 0 sampai 100 Masehi. Dalam periode ini di Kalimantan telah berdiri Kerajaan Hindu Kutai dan Kerajaan Langasuka di Kedah, Malaya. Tarumanegara di Jawa Barat baru berdiri tahun 400-an Masehi. Di Sumatera, agama Budha baru menyebar pada tahun 425 Masehi dan mencapai kejayaan pada masa Kerajaan Sriwijaya.

Sejarahwan T.W. Arnold menguatkan temuan bahwa agama Islam telah dibawa oleh mubaligh-mubaligh Islam langsung dari jazirah Arab ke Nusantara sejak awal abad ke-7 M.(7) Setelah abad ke-7 M, Islam mulai berkembang di kawasan ini; misal, menurut laporan sejarah negeri Tiongkok bahwa pada tahun 977 M, seorang duta Islam bernama Pu Ali (Abu Ali)m diketahui telah mengunjungi negeri Tiongkok mewakili sebuah negeri di Nusantara.(8) Bukti lainnya, di daerah Leran, Gresik, Jawa Timur, sebuah batu nisan kepunyaan seorang Muslimah bernama Fatimah binti Maimun bertanggal tahun 1082 telah ditemukan. Penemuan ini setidaknya menyatakan jika Islam telah merambah Jawa Timur di abad ke-11 M.(9)
Sejarawan asal Bandung, Mansyur Suryanegara, berpegangan pada banyak literatur kuno dan berbagai penelitian yang ada meyakini jika Islam telah masuk ke Nusantara pada masa Rasulullah masih hidup. Bahkan Mansyur berani menyatakan jika pedagang-pedagang dari Nusantara jauh sebelum Rasulullah diangkat menjadi Rasul SAW telah melakukan perdagangan sampai di Syam. “Bukan hal yang mustahil jika sesungguhnya para pedagang asal Nusantara telah melakukan kontak dengan Rasulullah di Syam, mengingat Rasulullah SAW juga seorang kepala kabilah dagang di Syam saat mudanya, yaitu membawa barang-barang dagangan dari Khadijah,” ujar Mansyur Suryanegara.(10) Secara ringkas dapat dipaparkan sebagai berikut: Rasululah menerima wahyu pertama di tahun 610 M, dua setengah tahun kemudian menerima wahyu kedua (kuartal pertama tahun 613 M), lalu tiga tahun lamanya berdakwah secara diam-diam—periode Arqam bin Abil Arqam (sampai sekitar kuartal pertama tahun 616 M), setelah itu baru melakukan dakwah secara terbuka dari Mekkah ke seluruh Jazirah Arab. Menurut literatur kuno Tiongkok, sekitar tahun 625 M telah ada sebuah perkampungan Arab Islam di pesisir Sumatera (Barus). Jadi hanya 9 tahun sejak Rasulullah SAW memproklamirkan dakwah Islam secara terbuka, di pesisir Sumatera sudah terdapat sebuah perkampungan Islam.

Menengok catatan sejarah, pada seperempat abad ke-7 M, kerajaan Budha Sriwijaya tengah berkuasa atas Sumatera. Untuk bisa mendirikan sebuah perkampungan yang berbeda dari agama resmi kerajaan—perkampungan Arab Islam—tentu membutuhkan waktu bertahun-tahun sebelum diizinkan penguasa atau raja. Harus bersosialisasi dengan baik dulu kepada penguasa, hingga akrab dan dipercaya oleh kalangan kerajaan maupun rakyat sekitar, menambah populasi Muslim di wilayah yang sama yang berarti para pedagang Arab ini melakukan pembauran dengan jalan menikahi perempuan-perempuan pribumi dan memiliki anak, setelah semua syarat itu terpenuhi baru mereka—para pedagang Arab Islam ini—bisa mendirikan sebuah kampung di mana nilai-nilai Islam bisa hidup di bawah kekuasaan kerajaan Budha Sriwijaya.

Perjalanan dari Sumatera sampai ke Mekkah pada abad itu, dengan mempergunakan kapal laut dan transit dulu di Tanjung Comorin, India, konon memakan waktu dua setengah sampai hampir tiga tahun. Jika tahun 625 dikurangi 2,5 tahun, maka yang didapat adalah tahun 622 Masehi lebih enam bulan. Untuk melengkapi semua syarat mendirikan sebuah perkampungan Islam seperti yang telah disinggung di atas, setidaknya memerlukan waktu selama 5 hingga 10 tahun. Jika ini yang terjadi, maka sesungguhnya para pedagang Arab yang mula-mula membawa Islam masuk ke Nusantara adalah orang- orang Arab Islam generasi pertama para shahabat Rasulullah, segenerasi dengan Ali bin Abi Thalib r.a. Inilah yang membuat seorang Ahmad Mansyur Suryanegara sangat yakin bahwa Islam masuk ke Nusantara pada saat Rasulullah masih hidup di Mekkah dan Madinah.

Dalam literatur kuno asal Tiongkok, orang-orang Arab disebut sebagai orang-orang Ta Shih, sedang Amirul Mukminin disebut sebagai Tan mi mo ni’. Disebutkan bahwa duta Tan mi mo ni’, utusan Khalifah, telah hadir di Nusantara pada tahun 651 Masehi atau 31 Hijriah dan menceritakan bahwa mereka telah mendirikan Daulah Islamiyah dengan telah tiga kali berganti kepemimpinan. Dengan demikian, duta Muslim itu datang ke Nusantara di perkampungan Islam di pesisir pantai Sumatera pada saat kepemimpinan Khalifah Utsman bin Affan (644-656 M). Hanya berselang duapuluh tahun setelah Rasulullah SAW wafat (632 M).

Catatan-catatan kuno itu juga memaparkan bahwa para peziarah Budha dari Cina sering menumpang kapal-kapal ekspedisi milik orang-orang Arab sejak menjelang abad ke-7 Masehi untuk mengunjungi India dengan singgah di Malaka yang menjadi wilayah kerajaan Budha Sriwijaya.


Gujarat Sekadar Tempat Transit

Islam masuk di Nusantara dibawa oleh generasi Islam pertama, para shahabat. Islam di Nusantara bukan berasal dari para pedagang India (Gujarat) atau yang dikenal sebagai Teori Gujarat yang berasal dari Snouck Hurgronje, karena para pedagang yang datang dari India, mereka ini sebenarnya berasal dari Jazirah Arab, lalu dalam perjalanan melayari lautan menuju Sumatera (Kutaraja atau Banda Aceh sekarang ini) mereka singgah dulu di India yang daratannya merupakan sebuah tanjung besar (Tanjung Comorin) yang menjorok ke tengah Samudera Hindia dan nyaris tepat berada di tengah antara Jazirah Arab dengan Sumatera.

Bukalah atlas Asia Selatan, kita akan bisa memahami mengapa para pedagang dari Jazirah Arab menjadikan India sebagai tempat transit yang sangat strategis sebelum meneruskan perjalanan ke Sumatera maupun yang meneruskan ekspedisi ke Kanton di Cina. Setelah singgah di India beberapa lama, pedagang Arab ini terus berlayar ke Banda Aceh, Barus, terus menyusuri pesisir Barat Sumatera, atau juga ada yang ke Malaka dan terus ke berbagai pusat-pusat perdagangan di daerah ini hingga pusat Kerajaan Budha Sriwijaya di selatan Sumatera (sekitar Palembang), lalu mereka ada pula yang melanjutkan ekspedisi ke Cina atau Jawa.
(Footnotes)

1 Prof. Dr. HAMKA; Dari Perbendaharaan Lama; Pustaka Panjimas; cet.III; Jakarta; 1996; Hal.4-5.

2 Peter Bellwood, Prasejarah Kepulauan Indo-Malaysia, Gramedia, 2000. Judul asli “Prehistoriy of the Indo-Malaysian

Archipelago”, Academic Press, Sidney, 1985.

Buku ini menjadi pegangan peneliti dunia mengenai catatan arkelogis Polynesia dan Asia Tenggara.

3 Ibid, hal.455.

4 G.R. Tibbetts, Pre Islamic Arabia and South East Asia, JMBRAS, 19 pt.3, 1956, hal.207. Penulis Malaysia, Dr.

Ismail Hamid dalam “Kesusastraan Indonesia Lama Bercorak Islam” terbitan Pustaka Al-Husna, Jakarta, cet.1,

1989, hal.11 juga mengutip Tibbetts.

5 Robert Dick-Read; Penjelajah Bahari, Pengaruh Peradaban Nusantara di Afriika; Mizan; Juni 2008. Dick-Read bisa

dihubungi di robet.dread@ntworld.com atau

thurlton.publishing@ntworld.com. Kunjungi pula www.phantomvoyagers.com.

6 Kitab Chiu Thang Shu, tanpa tahun.

7 R.W. Arnold, The Preaching of Islam (Lahore: Ashraf 1968), hal.367

8 F. Hirth dan W.W. Rockhill (terj), Chau Ju Kua, His Work On Chinese and Ar ab Trade in XII Centur ies (St.Petersburg:

Paragon Book, 1966) hal. 159.

9 S.Q. Fatini, Islam Comes to Malaysia (Singapura: M.S.R.I., 1963), hal.39

10 Wawancara langsung penulis dengan Mansyur Suryanegara di Bandung, tahun 2002.

sumber : era muslim

Readmore...

Hadis 1 Kitab Bulughul Marram (Kesucian Air Laut)

 


Kesucian Air Laut
1.  عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ الله صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، في البَحْرِ: هُوَ الطَّهُوْرُ مَاؤُهُ، الْحِلُّ مَيْتَتُهُأَخْرَجَهُ الأَرْبَعَةُ وَابْنُ أَبِيْ شَيْبَةَ وَاللَّفْظُ لَهُ وَصَحَّحَهُ ابْنُ خُزَيْمَةَ وَالتِّرْمِيْذِيُّ وَرَوَاهُ مَالِكٌ وَالشَّافِعِيُّ وَأَحْمَدُ
  1. Dari Abu Hurairah radiyallahu ‘anhu ia berkata: Telah bersabda Rasulullahshallallahu ‘alaihi wa sallam tentang (hukum) air laut: Air laut itu suci, (dan) halal bangkainya.
Diriwayatkan oleh Abu Dawud, Tirmidziyy, Nasaa-i, Ibnu Majah, dan Ibnu Abi Syaibah, dan ini merupakan lafalnya, dan telah disahihkan oleh Ibnu Khuzaimah, dan Tirmizi dan telah diriwayatkan pula oleh Malik, Syafi’i dan Ahmad.



Penjelasan Hadis.
Hadis ini akan dijelaskan dalam beberapa sub bahasan:
Biografi Perawi Hadis.
Perawi hadis ini adalah sahabat Nabi yang mulia Abu Hurairoh Abdurrahman bin Shakhr ad-Dausi yang terkenal dengan kunyah beliau “Abu Hurairah”. Beliau masuk islam pada tahun peristiwa perang Khaibar dan mulazamah (belajar) kepada Nabi sehingga menjadi sahabat yang terbanyak meriwayatkan hadis Nabi.





Beliau menjadi salah satu ulama besar dan ahli fatwa dikalangan sahabat dan terkenal dengan kewibawaan, ibadah dan sifat rendah hatinya. Imam al-Bukhari menyatakan, beliau memiliki delapan ratus murid atau lebih.
Beliau meninggal dunia di kota Madinah pada tahun 57 H. dan dimakamkan di pekuburan Baqi’..
Takhrij Hadis.
Sebelum memulai dengan penjelasan Takhrij hadis ini, perlu kiranya disampaikan sedikit tentang pengertian Takhrij dan pembagian hadis menurut kreteria diterima atau tidak..
Pengertian Takhrij
Takhrij menurut bahasa mempunyai beberapa makna. Yang paling mendekati di sini adalah berasal dari kata kharaja ( خَرَجَ ) yang artinya nampak dari tempatnya, atau keadaannya, dan terpisah, dan kelihatan. Demikian juga kata al-ikhraj ( اْلِإخْرَج ) yang artinya menampakkan dan memperlihatkannya. Dan al-makhraj ( المَخْرَج ) artinya artinya tempat keluar; dan akhrajal-hadis wa kharrajahu artinya menampakkan dan memperlihatkan hadis kepada orang dengan menjelaskan tempat keluarnya.
Takhrij menurut istilah adalah menunjukkan tempat hadis pada sumber aslinya yang mengeluarkan hadis tersebut dengan sanadnya dan menjelaskan derajatnya ketika diperlukan.
Hadis yang sedang kita bahas ini dikeluarkan oleh Malik di Muwath-tha’-nya (I/45 –Tanwiirul Hawalik syarah Muwath-tha oleh Suyuthi), Syafi’i di kitabnya Al Umm (I/16), Ahmad di Musnad-nya (2/232,361), Abu Dawud dalam sunan-nya (no: 83), Tirmizi (no: 69), Nasaa-i dalam sunannya (1/50, 176), Ibnu Majah dalam sunan-nya (no: 43), Ad Darimi dalam sunan-nya (1/186), Ibnul Jaarud dalam al-Muntaqaa’ (no: 43), Ibnu Khuzaimah dalam kitab sahih ibnu Khudzaimah (no: 777), Ibnu Hibban dalam sahihnya (no: 119 –Mawarid), Hakim dalam al-mustadrak (1/140-141), ibnu Abi Syaibah dalamal-Mushannaf (1/131) dan lain-lain, semuanya dari jalan imam Malik dari Sofwan bin Sulaim dari Sa’id bin Salamah (ia berkata:) sesungguhnya Mughirah bin Abi Burdah telah mengabarkan kepadanya, bahwasanya ia pernah mendengar Abu Hurairah berkata,
سَأَلَ رَجُلٌ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : يَا رَسُوْلَ اللهِ إِنَّا نَرْكَبُ الْبَحْرَ وَنَحْمِلُ مَعَنَا الْقَلِيْلُ مِنَ الْمَاءِ إِنْ تَوَضَّأْنَا بِهِ عَطِشْنَا أَفَنَـتَوَضَّأُ بِمَاءِ الْبَحْرِ؟ فَقَالَ رَسُوْلُ الله صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : هُوَ الطُّهُوْرُ مَاؤُهُ الحِلُّ مَيْتَتُهُ
“Telah bertanya seorang laki-laki kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam: ya Rasulullah, kami akan berlayar di lautan dan kami hanya membawa sedikit air, maka kalau kami berwudlu dengan mempergunakan air tersebut pasti kami akan kehausan, oleh karena itu bolehkah kami berwudlu dengan air laut? Jawab Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, Laut itu suci airnya, (dan) halal bangkainya.
Hadis ini sahih dan semua perawinya tsiqah (kredibel) dan termasuk para perawi sahih al-Bukhari dan Muslim (asy-Syaikhan), kecuali al-Mughiroh bin Abi Burdah. Beliau ini dihukumi tsiqah oleh imam An-Nasaa’i dan dimasukkan ibnu Hibban dalam kitab Ats-Tsiqaat.
Hadis ini telah di-sahih-kan oleh jama’ah ahli hadis, diantaranya:
  1. Imam al-Bukhari, ketiak ditanya oleh imam at-Tirmizi tentang hadis ini, beliau menjawab : hadis ini sahih.
  2. Imam at-Tirmizi, ia berkata: hadis ini hasan sahih.
  3. Imam Ibnu Khuzaimah.
  4. Imam Ibnu Hibban.
  5. Imam al-Hakim.
  6. Ath-Thahawi
  7. Al-Baihaqi
  8. Ibnu Abdilbarr dalam at-Tamhid 16/218-219: Hadis ini menurutku sahih, karena para ulama telah menerima hadis ini dan beramal dengannya. Tidak ada seorang ahli fikih pun yang menyelisihinya secara umum.
  9. Ibnul Mundzir.
  10. Ibnu Mandah.
  11. Al Baghawi.
  12. Al-Khathabi.
  13. Abdulhaq al-Isybili
  14. Ibnu Taimiyah.
  15. Ibnu Katsir.
  16. Ibnul Atsir, ia berkata: ini hadis yang sahih lagi masyhur, telah dikeluarkan oleh para imam di kitab-kitab mereka, dan mereka telah berhujjah dengannya dan rawi-rawinya tsiqaat.
  17. Ibnu Hajar.
  18. Al-Albani, beliau menyatakan: ini sanadnya sahih semua perawinya tsiqah(kredibel). (irwa al-Ghalil 1/43).
Hadis di atas pun telah mempunyai beberapa jalan (thuruq) selain dari jalan imam Malik. dan juga telah mempunyai syawaahid dari jamaah para sahabat, diantaranya: Jabir bin Abdillah, Al Firaasiy, Ibnu Abbas, Abdullah bin ‘Amru, Anas bin Malik, Ali bin Abi Thalib dan Abu Bakar.
Syeikh Abdullah bin Abdurrahman ali Basaam menyatakan: Hadis ini disahihkan oleh para ulama diantaranya: al-Bukhari, al-Haakim, ibnu Hibaan, ibnu Mundzir, ath-Thahawi, al-baghawi, al-Khathabi, ibnu Khuzaimah, ad-Daraquthni, ibnu Hazm, ibnu Taimiyah, ibnu Daqiqil Ied, ibnu Katsir, ibnu Hajar dan lainnya sampai lebih dari 36 imam. (Taudhih al-Ahkaam, 1/115).
Apa itu Hadis Sahih.
Hadis yang sahih adalah hadis yang bersambung sanadnya dari awal hingga akhir baik itu Nabi atau sahabat atau yang dibawahnya dengan syarat para perawinya adil dan memiliki kesempurnaan Dhabth tanpa adanya syadz dan ilat yang merusaknya.
Inilah definisi hadis sahih lidzatihi yang sudah disepakati para ulama hadis.
Dari definisi ini dapat dijelaskan bahwa keluar dari definisi ini :
  • Sahih lighairihi karena ia butuh penguat dari jalan lain (Mutaabi’) atau  penguat dari hadis lainnya (syaahid) yang manguatkanya dan menjadikannya sahih.
  • Hadis-hadis yang tidak bersambung sanadnya, seperti munqathi’, mu’dhal, mursal, dan mu’allaq.
  • Hadis-hadis yang ada perawinya yang tidak adil, seperti matruk, maudhu’ danmungkar –versi penulis manzhumah-.
  • Hadis-hadis yang ada perawinya yang tidak sempurna Dhabth-nya atau dicela karena kelemahan dalam hal ini, sepeti hadis hasan dan hadis dha’if .
  • Hadis-hadis yang menyelisihi yang lebih kuat dan rajih darinya, seperti hadis Syaadz dan hadis mungkar –versi mayoritas ulama hadis dan dirajihkan ibnu Hajar.
  • Hadis-hadis yang ada illat yang merusaknya, seperti hadis muallal dan mudallasapabila pelaku tadlis-nya tidak menyampaikan kejelasan mendengarnya dengan lafal jelas.
Syarat hadis Sahih.
Dari uraian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa hadis yang sahih memiliki 5 Syarat.
1). Sanad-nya bersambung. Maksudnya setiap perawi mendengar langsung dari gurunya.


2). Al-‘Adalah (adil). Maksudnya disini para perawi memiliki kemampuan yang membuatnya dapat konsisten dalam ketakwaan dan menjauhi kefasikan dan perusak muru’ah (harga diri dan kehormatannya). Hal ini dapat dijabarkan dengan muslim, baligh dan berakal yang tidak melakukan perbuatan dosa besar dan tidak terus menerus berbuat dosa kecil serta tidak berbuat perbuatan yang merusak muru’ahnya.


3). Kesempurnaan Adh-Dhabth. Pengertiannya adalah kekuatan hafalan dan penjagaannya. Para ulama membagi sifat adh-Dhabth menjadi dua:
  • Ad –Dhabt ash-Shadr yaitu kemampuan untuk menyampaikan hafalannya kapan saja dan dimana saja.
  • Ad –Dhabt al-Kitaabah yaitu kemampuan untuk menjaga kitab dan tulisannya sejak mendengarnya hingga menyampaikannya.
4). Tidak ada syadz-nya.
5). Tidak ada illat yang merusaknya.
Contoh hadis sahih.
Contohnya adalah hadis yang berbunyi,
قَالَ الْبُخَارِيُّ : حَدَّثَنَا الْحُمَيْدِيُّ عَبْدُ اللهِ بْنِ الزُّبَيْرِ قَالَ حَدَّثَنَا سُفْيَانُ قَالَ حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ سَعِيْدٍ الأَنْصَارِيْ قَالَ أَخْبَرَنِيْ مُحَمَّدُ بْنُ إِبْرَاهِيْمَ التَّيْمِيْ أَنَّهُ سَمِعَ عَلْقَمَةَ بْنَ وَقَّاصٍ اللَّيْثِيْ يَقُوْلُ سَمِعْتُ عُمَرَ بْنَ الْخَطَّابِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ عَلَى الْمِنْبَرِ قَالَ سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ يَقُوْلُ : ( إِنَّمَا الأَعْمَالُ بِالنِّيَاتِ وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِىءٍ مَا نَوَى فَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إِلَى دُنْيَا يُصِيْبُهَا أَوِ إِلَى امْرَأَةٍ يَنْكِحُهَا فَهِجْرَتُهُ إِلَى مَا هَاجَرَ إِلَيْهِ
Langkah-langkah yang harus ditempuh dalam mengetahui hadis sahih setelah mendapatkan sanad dan matannya adalah sebagai berikut:
  • Mengenal kedudukan dan pendapat para ulama tentang perawi yang ada dalam sanad satu persatu. Dalam hadis ini terdapat nama-nama perawi sebagi berikut:
  1. Abu Bakar Abdullah bin az-Zubair bin ‘Isaa al-Humaidi. Nasab beliau bertemu dengan Khadijah ummul mukminin pada Asad dan dengan Nabi pada Qushai. Seorang imam besar yang menemani Syafi’i dalam mencari ilmu dari Ibnu ‘Uyainah dan mengambil fikih dari beliau. Beliau seorang tsiqah hafizh dan faqih serta termasuk murid besar ibnu ‘Uyainah.  Beliau menemani imam asy-Syafi’i hingga ke Mesir dan baru pulang ke Makkah setelah asy-Syafi’i  wafat hingga meninggal tahun 219 H.
  2. Abu Muhammad Sufyan bin ‘Uyainah bin Abi ‘Imran al-Hilali al-Kufi kemudian al-Makki. Beliau kelahiran Kufah dan menetap di Makkah. Beliau mendengar lebih dari 70 tabi’in. ibnu Hajar menyatakan, “Beliau seorang Tsiqat hafizh faqih imam hujjah namun berubah hafannya diakhir hayatnya dan melakukan tadlis namun hanya dari para perawi yang tsiqah. Beliau adalah orang yang paling bagus hafalannya dalam hadis Amru bin Dinaar. Beliau termasuk murid dari Yahya bin Saa’id al-Anshari. Meninggal pada bulan rajab tahun 178 H. dalam usia 71 tahun
  3. Abu Sa’id Yahya bin Sa’id bin Qais bin ‘Amru al-Anshari al-Madani al-Qaadhi seorang tsiqah tsabat dan meninggal tahun 144 H.
  4. Abu Abdillah Muhammad bin Ibrahim bin al-Haarits bin Khalid at-Taimi al-Madani seorang tsiqah meninggal tahun 120 H.
  5. ‘Alqamah bin Waqqaash al-Laitsi al-Madani seorang tsiqah tsabat dan meninggal pada masa kekhilafahan Abdulmalik bin Marwan.
  6. Umar bin al-Khathab al-‘Adawi sahabat nabi dan khalifah rasyid yang kedua.
  • Mengenal bersambung atau tidaknya sanad hadis yang sedang dicari hukumnya, dengan cara melihat kepada lafal simaa’ – nya. Didapatkan semua perawi menyampaikan dengan lafal yang jelas gamblang mendengar dari perawi diatasnya, sehingga dapat dipastikan mereka mendengar langsung dari perawi diatasnya.
  • Mengumpulkan jalan periwayatan hadis yang ada baik dalam riwayat lainnya atau hadis dari sahabat lainnya untuk diketahui apakah ada yang menyelisihinya atau ada illah (penyakit) yang merusak kebasahan hadis tersebut.
  • Kemudian baru dapat menghukum hadis tersebut termasuk sahih atau tidak.
Ternyata bila kita terapkan syarat-syarat hadis sahih didapatkan semuanya ada pada hadis ini. Sehingga dihukumi sebagai hadis sahih.
=Bersambung insya Allah=
Penulis: Ustadz Kholid Syamhudi,L.c.


Artikel www.ustadzkholid.com
Readmore...

Hadist Ketetapan Syurga dan Neraka

 

Ketetapan Surga dan Neraka untuk Hamba
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallambersabda,
عن أبي عبدالرحمن عبدالله بن مسعود رضي الله عنه قال حدثنا رسول الله صلى الله عليه وسلم وهو الصادق المصدوق ” إن أحدكم يجمع خلقه في بطن أمه أربعين يوما نطفة ثم علقه مثل ذلك ثم يكون مضغة مثل ذلك , ثم يرسل إليه الملك فينفخ فيه الروح , ويؤمر بأربع كلمات : بكتب رزقه , وأجله , وعمله , وشقي أم سعيد . فوالله الذي لا إله غيره إن أحدكم ليعمل بعمل أهل الجنة حتى ما يكون بينه وبينها إلا ذراع فيسبق عليه الكتاب فيعمل بعمل أهل النار , وإن أحدكم ليعمل بعمل أهل النار حتى ما يكون بينه وبينها إلا ذراع فيسبق عليه الكتاب فيعمل بعمل أهل الجنة
Dari Abu ‘Abdirrahman Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu, dia berkata, bahwa Rasulullah telah bersabda, – dan beliau adalah orang yang jujur dan dibenarkan -“Sesungguhnya setiap kalian dikumpulkan penciptaannya dalam rahim ibunya selama 40 hari berupa nutfah, kemudian menjadi ‘alaqoh (segumpal darah) selama itu juga lalu menjadi mudhghoh (segumpal daging) selama itu juga, kemudian diutuslah malaikat untuk meniupkan ruh kepadanya lalu diperintahkan untuk menuliskan 4 hal: rezeki, ajal, amal dan celaka/bahagianya. Maka demi Allah yang tiada Ilah selain-Nya, ada seseorang diantara kalian yang mengerjakan amalan ahli surga sehingga tidak ada jarak antara dirinya dan surga kecuali sehasta saja, kemudian ia didahului oleh ketetapan Allah lalu ia melakukan perbuatan ahli neraka dan ia masuk neraka. Ada diantara kalian yang mengerjakan amalan ahli neraka sehingga tidak ada lagi jarak antara dirinya dan neraka kecuali sehasta saja. kemudian ia didahului oleh ketetapan Allah lalu ia melakukan perbuatan ahli surga dan ia masuk surga.” (Diriwayatkan oleh Al Bukhari dalam Bad’ul Khalq)
:: Penjelasan Hadits ::
Maksud hadits “Maka demi Allah yang tiada Ilah selain-Nya, ada seseorang diantara kalian yang mengerjakan amalan ahli surga sehingga tidak ada jarak antara dirinya dan surga kecuali sehasta saja,” adalah seseorang yang menurut pandangan mata manusia mengerjakan amalan surga dan ketika sudah mendekati ajalnya mengerjakan amalan penduduk neraka, kemudian ia dimasukkan ke dalam neraka. Jadi yang dimaksud ‘jaraknya dengan surga atau neraka tinggal sehasta‘ bukan tingkatan dan kedekatannya dengan surga, namun waktu antara hidupnya dengan ajalnya tinggal sebentar, seperti sehasta.
Yang patut kita pahami dari hadits ini, bukan berarti ketika kita sudah berusaha melakukan kebaikan dan amalan ibadah maka Allah akan menyia-nyiakan amalan kita. Karena hadits di atas diperjelas dengan hadits lainnya, yaitu,
Sesungguhnya ada di antara kalian yang beramal dengan amalan ahli Surga menurut pandangan manusia, padahal sebenarnya ia penduduk Neraka.” (HR. Muslim no. 112 dengan sedikit perbedaan lafazh dari yang tercantum)
Syaikh ‘Utsaimin rahimahullah menjelaskan maksud hadits ini, “Amalan ahli surga yang dia amalkan hanya sebatas dalam pandangan manusia, padahal amalan ahli surga yang sebenarnya menurut Allah, belumlah ia amalkan. Jadi yang dimaksud dengan ‘tidak ada jarak antara dirinya dengan surga melainkan hanya sehasta’ adalah begitu dekatnya ia dengan akhir ajalnya.”
Sedangkan maksud hadits, “Kemudian ia didahului oleh ketetapan Allah lalu ia melakukan perbuatan ahli neraka dan ia masuk neraka,” artinya, kemudian orang tersebut meninggalkan – kebiasaan – amalan ahli surga yang sebelumnya dia amalkan. Hal itu disebabkan adanya sesuatu yang merasuk ke dalam hatinya – semoga Allah melindungi kita dari hal ini – yang menjerumuskan orang tersebut ke dalam neraka.
Hal ini perlu diperjelas agar tidak ada prasangka buruk terhadap Allah ta’ala. Karena seorang hamba yang melaksanakan amalan ahli surga dan ia melakukannya dengan jujur dan penuh keikhlasan, maka Allah tidak akan menelantarkannya. Allah pasti memuliakan orang-orang yang beribadah kepada-Nya. Namun bencana dalam hati bukan merupakan suatu perkara yang mustahil – semoga Allah melindungi kita dari hal ini -.
Contoh kisah untuk memperjelas hadits ini yang terjadi di zaman nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam adalah sebagai berikut:
Ada seorang sahabat Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam yang bersama beliau dalam suatu peperangan. Sahabat ini tidak pernah membiarkan kesempatan untuk membunuh lawan melainkan ia pasti melakukannya, sehingga orang-orang merasa takjub melihat keberaniannya dan mereka berkata, “Dialah yang beruntung dalam peperangan ini.” Lalu Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Dia termasuk ahli Neraka.”
Pernyataan Rasulullah ini menjadi perkara besar bagi para sahabat radhiallahu ‘anhum dan membuat mereka bertanya-tanya keheranan. Maka seseorang diantara mereka berkata, “Aku akan mengikutinya kemanapun dia pergi.”
Kemudian orang yang pemberani ini terkena panah musuh hingga ia berkeluh kesah. Dalam keadaan itu ia mencabut pedangnya, kemudian ujung pedangnya ia letakkan pada dadanya, sedangkan genggaman pedangnya ia letakkan di tanah, lalu ia menyungkurkan dirinya (ke arah depan), hingga pedang tersebut menembus punggungnya (alias ia bunuh diri). Na’udzu billah.
Orang yang mengikutinya tadi datang menghadap Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallamdan mengabarkan apa yang terjadi seraya berkata, “Aku bersaksi bahwa engkau adalah utusan Allah.”
Kenapa engkau katakan itu?” sabda Rasulullah.
Ia berkata, “Sesungguhnya orang yang engkau katakan tentangnya dia termasuk ahli neraka, telah melakukan suatu tindakan (bunuh diri, ed.).” Maka setelah itu Rasulullahshalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
Sesungguhnya orang itu telah beramal dengan amalan ahli surga pada pandangan manusia, padahal sebenarnya ia penduduk neraka.” (HR. Bukhari (no.2898) dan Muslim (no.112))
Kisah lain adalah seorang sahabat yang bernama al-Ushairim dari kabilah ‘Abdul Asyhal dari kalangan Anshar. Dahulu ia dikenal sebagai penghalang sekaligus musuh dakwah Islam. Tatkala para sahabat pergi ke perang Uhud, Allah memberikan ilham kepadanya berupa iman, lalu ia ikut berjihad dan berakhir dengan mati syahid. Setelah perang selesai, orang-orang mencari para korban dan mendapatkan Ushairin dalam keadaan terluka.
Para sahabat bertanya, “Wahai Ushairin, apa yang menndorongmu berbuat seperti ini, apakah untuk membela kaummu ataukah kecintaanmu terhadap Islam?”
Ia menjawab, “Bahkan karena kecintaanku terhadap Islam.”
Sebelum wafatnya, ia meminta untuk disampaikan salamnya kepada Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam.
Maka, meskipun dulunya Ushairin ini buruk dan suka mendzalimi kaum muslimin, namun karena hatinya yang baik, Allah jadikan dia orang yang mati di medan jihad.
Semoga Allah menjadikan kita hamba yang ikhlas dan beramal dan menjadikan akhir kehidupan yang baik untuk kita. Aamiin.
***

Disusun ulang dari Syarah Hadits Arba’in karya Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin dengan perubahan seperlunya oleh tim muslimah.or.id
Readmore...

Mengurai Benang Merah Antara Ahlul Bid’ah Dengan Yahudi dan Nashara

 
Ihwal pembicaran tentang ahlul bid’ah, sebenarnya menarik kita untuk menelaah histori ideologi umat terdahulu, sehingga kita dapat gambaran mereka yang transparan dalam seluruh aspek kehidupan. Seseorang kadang secara tidak sadar, telah terbelenggu dalam atmosfer pemikiran atau karakter mereka. Karenanya, perlu sekali kita menengok sejenak perihal seluk beluk mereka agar tidak terkena getah busuknya. Kiranya, nasehat Khalifah Umar bin Khaththab perlu kita perhatikan. Beliau Radhiyallahu 'anhu pernah mengatakan: “Aku pelajari kejahatan (keburukan) bukan untuk mengaplikasikannya, namun sebagai perisai diri. Barang siapa yang tidak mengetahui hakikat kejahatan, maka dia akan terjerumus di dalamnya”


Yahudi dan Nashara, dua umat terdahulu, telah membangun peradaban dan menguasai dunia. Sehingga sedikit banyak akan menjadi kiblat umat lain. Rasulullah telah mensiyalir, sebagian umatnya akan mengekor sunnah (gaya hidup) mereka dalam arti yang luas. Rasulullah bersabda: "Kalian benar-benar akan mengikut sunah (gaya hidup) umat sebelum kalian, sehasta demi hasta, sedepa demi sedepa, sampai kalau mereka memasuki lubang Dhob Kadal Gurun) pun, kalian akan mengikutinya. Para shahabat bertanya,” Siapa mereka Ya Rasulullah? Apakah Yahudi dan Nashara? Beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,” Siapa lagi kalau (bukan mereka)”


Termasuk karakter ahli bid’ah adalah talaqqi (mengambil/menerima) ilmu dari umat-umat terdahulu. Konsekwensinya, kita perlu membuka tabir jati diri ahli bid’ah, sejauh mana mereka mengadopsi konsep dari luar Islam. Pasalnya, ada benang merah antara golongan-golongan yang ada dalam Islam (Ahlul bid’ah) dengan mereka. Seperti yang disinyalir oleh Rasulullah dalam hadits di atas. Mari kita lihat sebagian hasil kerja keras ulama dalam membeberkan kedok ahli bidah dalam tasyabuh mereka terhadap Yahudi dan Nashara. Semoga gambaran sekelumit tentang profil Ahli bidah dapat mengarahkan kita untuk lebih intensif dalam menelaah sirah Salafush Shalih. [1]



TASYABBUH FIRQAH AHLI BID’AH DENGAN YAHUDI [2]



KHAWARIJ


1. Firqah Khawarij mengklaim dirinya sebagai ahli syurga, melihat keshalihan dan kesuksesan mereka.. Selain komunitas mereka, hanyalah kumpulan orang-orang kafir. Klaim seperti ini bagian dari ciri khas Yahudi, yang membatasi kebenaran pada lingkaran mereka saja, sedangkan orang yang berseberangan dengan mereka berada di atas lini yang salah. Firman Allah: Dan orang-orang Yahudi berkata, ”Orang-orang Nasrani tidak mempunyai pegangan" [Al-Baqarah :113].


Dalam ayat lain Allah berfirman: Kami ini adalah anak-anak Allah dan kekasih-kekasih-Nya. [Al Maidah:18]


2. Khawarij tega memerangi lawan-lawannya yang tidak sepaham dengan pemikiran, aqidah dan ide-ide mereka. Demikian juga Yahudi, berusaha memberangus lawan-lawannya. Allah bercerita tentang mereka: Apakah setiap datang pada kalian seorang Rasul membawa sesuatu (pelajaran) yang tidak sesuai keinginanmu lalu kalian angkuh, maka beberapa orang (diantara mereka) kalian dustakan dan beberapa orang yang lain kalian bunuh” [Al Baqarah:87]


3. Bertindak ekstrim dalam beragama ,hukum dan vonis (kafir) terhadap individu, salah satu trademark aliran theologi ini. Praktek beragama model ini, produk asli Yahudi. Allah berfirman: “Wahai Ahli Kitab janganlah kalian melampau batas dalam agamamu dan jangan mengatakan terhadap Allah kecuaIi yang benar..” [An Nisa:171]. Orang-orang Khawarij telah mendahului aturan Allah dalam memvonis banyak orang mukmin sebagai ahli neraka.


4. Khawarij meneladani Yahudi dalam menghalalkan harta para rivalnya. Ibnu Taimiyah menguraikan:” Khawarij, firqah pertama yang mengkafirkan kaum muslimin, dengan pertimbangan perbuatan dosa atau tidak mengamini produk bid’ah mereka, menghalalkan darah dan harta kaum muslimin.” Beliau menambahkan:” Mereka (Khawarij) jauh lebih jahat terhadap umat Islam dari golongan lain. Tidak seorang pun yang lebih berbahaya terhadap umat Islam dari mereka, tidak pula Yahudi juga Nashara. Mereka begitu semangat untuk membunuhi umat Islam yang tidak sepakat dengan mereka, menghalalkan darah umat Islam dan harta serta pemusnahan terhadap para bocah muslimin, plus pengkafiran mereka. Tindakan itu dilakukan dengan atas nama agama, karena kebodohan yang keterlaluan dan bid’ah mereka yang menyesatkan”.[3]


5. Khawarij memiliki warna qaswah (keras) dan jafa’ (bengis) tanpa toleransi seperti karakter Yahudi. Allah berfirman:” Belumkah datang waktunya, bagi orang-orang yang beriman untuk tunduk hati mereka mengingat Allah dan kepada kebenaran yang telah turun (kepada mereka) dan janganlah mereka seperti orang-orang yang sebelumnya telah diturunkan Al kitab kepadanya, kemudian berlalulah masa yang panjang atas mereka lalu hati mereka menjadi keras . Dan kebanyakan diantara mereka adalah orang-orang yang fasik” [Al Hadid:16]


6. Khawarij memerangi umat Islam, tapi tidak mengusik orang-orang kafir. Ini merupakan hobi Yahudi tempo dulu dan sekarang. Allah berfirman : Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang yang diberi bagian dari Al Kitab? Mereka percaya pada Jibt dan Thaghut dan mengatakan kepada orng-orang yang kafir (musyrik Mekkah) bahwa mereka itu lebih benar jalannya dari pada orang-orang yang beriman”. [An Nisa: 51]



Mereka bahkan saling bergandeng-tangan dengan orang-kafir untuk menyikat umat Islam. Ibnu Taimiyah menguraikan: ”Para sahabat dan ulama generasi selanjutnya sepakat (berijma’) untuk memerangi Khawarij. Mereka itu kaum bughat (penentang) yang memusuhi segenap kaum muslimin kecuali orang yang mengamini madzhab mereka. Mereka memancing peperangan dengan kaum muslimin. Kejahatan mereka tidak akan lenyap kecuali dengan jalan peperangan. Mereka lebih berbahaya bagi umat Islam dari para penyamun. Pasalnya, para perampok ambisinya hanya harta-benda. Kalau diberi, mereka tidak akan menyakiti. Dan sebagian orang saja yang dihadang. Adapun Khawarij, mereka memerangi umat agar berpaling dari Al Quran, Sunnah dan ijma’ Sahabat, dan selanjutnya berpartisipasi mendukung produk bid’ah mereka yang berlandaskan di atas takwil yang bathil dan pemahaman yang ngawur tentang Al Quran”.



7. Khawarij mentahrifkan (memelintir ) dalil-dalil dari makna sejatinya, senada dengan sikap Yahudi. Allah berfirman:” Padahal segolongan dari mereka mendengar firman Allah lalu mereka merubahnya setelah mereka memahami, sedang mereka mengetahui” (Al Baqarah:75). Ibnu Abbas menggambarkan potret Khawarij dengan mengatakan:” Mereka mengimani ayat-ayat muhkam, (sayang) tergelincir pada ayat mutasyabih. Tidak ada yang mengetahui takwilnya (tafsirnya) kecuali Allah dan orang-orang yang dalam ilmunya mengatakan: ”Kami mengimaninya”[5]


8. Khawarij tekun membaca Al Quran, namun ternyata mereka keluar dari Islam seperti menembusnya anak panah pada sasaran bidikan .. Para pemuka agama dan kaum cendikiawan Yahudi pun sangat mengetahui seluk beluk Taurat. Anehnya, mereka menyimpang dari rel kebenaran menuju jurang kesesatan. Allah berfirman tentang mereka:” Padahal segolongan dari mereka mendengar firman Allah lalu mereka merubahnya setelah mereka memahami sedang mereka mengetahui” [Al Baqarah:75].


9. Sikap ghurur (silau melihat diri sendiri) dan congkak terhadap ulama sekalipun, sangat melekat pada jati diri Khawarij. Mereka meyakini bahwa kapasitas ilmiyah mereka melebihi Ali bin Abi Thalib, Ibnu Abbas, dan segenap shahabat lainnya.[6]



Berkaitan dengan ini, Ibnu Taimiyah menyimpulkan:” Akar kesesatan Khawarij, mereka meyakini bahwa para Imam (tokoh Islam, Ulama) dan kaum muslimin telah menanggalkan semangat keadilan dan sesat jalan.” [7]



Takabur terhadap orang lain bahkan kepada sosok yang lebih baik merupakan tabiat yang selalu tersemat pada Yahudi [8]. Allah berfirman:” Dan diantara mereka ada yang buta huruf, tidak memahami Al Kitab (Taurat) kecuali dongengan bohong belaka dan mereka hanya menduga-duga” [Al Baqarah:78].


Sikap kelompok ini sangat kontras dengan budaya Salafus Shalih yang mendudukkan para ulama pada posisi yang tinggi. Sufyan bin ‘Uyainah menasehati: ”Rahmat Allah turun saat disebut orang-orang shalih.[9]


10. Khawarij populer dengan kelabilan pendirian dan perbedaan pandangan internal. Akibatnya, banyak terjadi percikan api perselisihan dan perpecahan di tubuh mereka seperti kondisi Yahudi yang telah dilukiskan Al Quran. Allah berfirman:”Dan setelah datang kepada mereka seorang Rasul dari sisi Allah yang membenarkan apa (kitab) yang ada pada mereka sebagian dari orang-orang yang diberi kitab (Taurat) melemparkan kitab Allah ke belakang (punggung)nya seolah-olah mereka tidak mengetahui (bahwa itu adalah kitab Allah). [Al Baqarah:101]


Firman Allah: “Lalu orang-orang yang zhalim mengganti perintah dengan (mengerjakan ) yang tidak diperintahkan kepada mereka. Sebab itu Kami timpakan atas mereka itu siksa dari langit karena mereka berbuat fasik..” [Al Baqarah:59]


Juga firman Allah: “Kemudian kalian berpaling setelah (adanya perjanjian) itu, maka kalau tidak ada karunia Allah dan rahmat-Nya atas kalian niscaya kalian tergolong orang-orang yang merugi.” (Al Baqarah:64) Dan firman-Nya:”Apakah kalian beriman kepada sebagian Al Kitab dan mengingkari bagian yang lain”.[Al Baqarah : 85]


11. Firqah ini mengatakan, bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bisa saja terjerumus pada kesalahan, kezhaliman dan kesesatan. Yahudi sebagai panutan mereka, juga sangat nekat terhadap para Rasul dan Nabi, dengan memvonis sesat , memfasikkan dan membunuhi insan-insan terpilih tersebut. Allah berfirman:”Apakah setiap datang kepadamu seorang rasul membawa sesuatu (pelajaran ) yang tidak sesuai dengan keinginan kalian lalu kalian angkuh; maka beberapa orang (diantara mereka) kalian dustakan dan beberapa orang (yang lain) kamu bunuh.” [Al Baqarah:87]


Dan firman-Nya: “Dan apabila dikatakan kepada mereka:” Berimanlah kepada Al Quran yang diturunkan Allah, mereka berkata,”Kami hanya beriman kepada apa yang yang diturunkan kepada kami.” Dan mereka kafir kepada Al Quran yang diturunkan sesudahnya, sedang Al Quran itu adalah (Kitab) yang hak, yang membenarkan apa yang ada pada mereka. Katakanlah:”Mengapa kalian dahulu membunuh nabi-nabi Allah jika benar kalian orang-orang yang beriman” [Al Baqarah : 91]



SYIAH



1. Pertautan (tasyabuh) antara Syiah dan Yahudi begitu tampak pada aspek sebab kemunculan Syiah dan pencetusnya. Adalah Abdullah bin Saba, sosok yahudi tulen yang mempropagandakan pemikirannya melalui berbagai keonaran agar laku di pasaran muslimin. Seperti keyakinan adanya raj’ah (reinkarnasi) dan wasiat Rasul untuk Ali. Gagasan-gagasan seperti ini tak pelak lagi, berakar dari aqidah Yahudi.[10]


2 Syiah meyakini adanya keserupaan antara Al Khaliq (Pencipta) dengan makhluk-Nya. Keyakinan ini juga sebelumnya ada pada Yahudi yang kenekadannya menghantarkan mereka melontarkan ucapan bahwa Allah sarat dengan naqaish (kekurangan/aib. Allah berfirman: “Orang-orang Yahudi berkata:” Tangan Allah terbelenggu” .(Ali Imran : 64). Juga firman-Nya: “ Allah telah mendengar perkataan orang-orang yang mengatakan: “Sesungguhnyaa Allah itu miskin, sedangkan kita kaya-raya” [Ali Imran: 181].


Ucapan-ucapan serupa, mudah kita dapati dalam banyak Israiliyat. [11]


3. Agama yang bersentral di Iran ini, menegaskan bahwa api neraka tidak akan menyentuh mereka kecuali sebentar saja.. Ini juga yang dibanggakan Yahudi. Allah berfirman:”Mereka mengaku:”Kami tidak akan disentuh api neraka kecuali sebentar saja” [Ali Imran:24]


Bahkan bukan hanya sampai di sini saja, mereka juga mengkafirkan para lawan-lawannya dan memvonis mereka sebagai penghuni neraka.“. Ibnu Taimiyah mengungkapkan:” Dan yang lebih mengerikan lagi, orang-orang yang mengkafirkan dan menganggap kaum muslimin najis layaknya orang kafir , seperti yang terjadi pada kebanyakan ahli bidah dari kalangan Rafidhah (Syiah), Khawarij dan lain-lain…Karakter seperti ini kerap mewarnai kelompok yang latah (meniru ) Yahudi. [12]


4. Syiah juga meyakini adanya tanasukh (perpindahan roh) sebagaimana yang diyakini oleh Yahudi. Mereka menetapkannya pada tulisan-tulisan mereka.


5. Para pemeluk ideology ini sangat berlebihan dalam mengagungkan dan menghormati para pemuka agama (imam) mereka. Demikian pula Yahudi. Para nabi dan ulamanya mendapatkan penghormatan yang tidak terukur dari umat. Allah berfirman:”Orang-orang yahudi berkata:”Uzair putra Allah”, dan orang nasrani berkata:”Al Masih putra Allah”. Demikian itulah ucapan mereka dengan mulut mereka, mereka meniru perkataan orang-orang kafir yang dahulu. Allah melaknati mereka ,bagaimana mereka bisa berpaling. Mereka menjadikan orang-orang alimnya dan para rahib sebagai tuhan-tuhan selain Allah” [At Taubah:30-31]


Juga firman-Nya:”Wahai Ahli kitab janganlah kalian melampaui batas dalam agamamu dan jangan mengatakan terhadap Allah kecuali yang benar” [An Nisa:171]


6. Syiah, sebuah firqah yang paling menggandrungi dusta. Mereka memproduksi banyak hadits-hadits palsu dengan mencatut nama besar Rasulullah. Yahudi sebagai nenek moyang mereka, juga melakukan hal yang sama melalui kisah Israiliyat yang dusta.


7. Salah satu doktrin mereka, orang Syiah harus masuk syurga karena besarnya mahabbah (kecintaan) mereka terhadap Ali dan para Imam. Rahasianya, hakikat iman menurut versi mereka adalah mempercayai (mengimani) dan mencintai para imam mereka.. Sandaran mereka firman Allah: Katakanlah hai orang-orang mukmin, Kami beriman kepada Allah dan apa yang diturunkan kepada Ibrahim, Ismail, Ishaq, Ya’kub dan anak-cucunya dan apa yang diberikan kepada Musa dan Isa serta apa yang diberikan kepada nabi-nabi dari Tuhannya. Kami tidak membedakan seorang pun diantara mereka dan kami hanya tunduk patuh kepada-Nya. Maka jika mereka beriman kepada yang kamu imani, sungguh mereka telah mendapat petunjuk. Jika mereka berpaling sesungguhnya mereka berada dalam permusuhan (dengan kamu)” [Al-Baqarah:136-137]


Mereka memlintir makna ayat tersebut dengan iman kepada para imam. Sebab itulah, mereka mengklaim:”Sesungguhnya iman tidak memudar dengan sayyiah (dosa), sebaliknya, kekufuran mementahkan segala kebaikan (hasanah). Iman yang sejati tercermin pada kecintaan dan pengenalan terhadap para Imam. [13]


Jadi, kecintaan yang palsu itu mereka jadikan tangga untuk menggapai syurga. Artinya, hunian syurga telah mereka kuasai dengan seenak perutnya sendiri.. Omongan ini tidak berbeda dengan lontaran orang-orang Yahudi. Allah berfirman tentang ucapan mereka:” Kami anak-anak Allah dan kekasih-kekasih-Nya.” [Al Maidah:18].


8. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah telah menguraikan sebagian kesesatan dan tasyabbuh mereka terhadap Yahudi. Ungkap beliau rahimahullah:” Indikasinya, keonaran Syiah itu menyerupai perbuatan Yahudi. Yahudi berkata:” Kekuasaan tidak layak kecuali hanya untuk keturunan Daud. Syiah sendiri mengatakan:”Imamah (kekhalifahan) tidak layak kecuali pada keturunan Ali saja”.


Yahudi menyatakan:”Tidak ada jihad sampai munculnya masih dajjal dan turun sebilah pedang dari langit”. Di satu sisi Syiah menegaskan :”Tidak berlaku jihad sampai kedatangan Al Mahdi dan terdengarnya suara panggilan dari langit. Yahudi mengakhirkan shalat , demikain juga kebiasaan Syiah. Praktek sisi kehidupan yang lain, Yahudi menghapuskan masa iddah bagi wanita dan mengtahrif kitab sucinya, juga berpendapat bahwa shalat wajib berjumlah 50 waktu, tidak mengucapkan salam kepada kaum muslimin,. menghalalkan harta seluruh umat manusia. Semua ini diadopi dengan cantik oleh Syiah. Tidak ketinggalan pula . Yahudi memusuhi sekali Malaikat Jibril seperti kebencian Syiah terhadap malaikat yang sama karena dianggap salah dalam mentransfer wahyu kepada Rasulullah”.[14]



QADARIAH MU'TAZILAH.



1. Ja’d bin Dirham orang yang pertama kali melontarkan pendapat yang menafikan (menelanjangi) Allah dari segala sifat-Nya., Allah tidak berada di atas Arsy, makna istiwa adalah isti’la’ (mengusai), Allah tidak berbicara. Orang tersebut adalah pembina Jahm bin Shafwan, pendiri firqah Jahmiyyah yang memiliki keyakinan bahwa Allah ada di semua tempat dengan dzat-Nya. Aqidah yang sesat ini mengakar dari sosok Yahudi yang bernama Labid bin Al A’sham, orang yang pernah mengguna-gunai Rasulullah. [15]


2. Bisy Al Mirrisi, salah satu pentolan Mu”tazilah, sejatinya seorang yahudi yang bersembunyi dengan topeng Mu”tazilah. [16]


3. Qadariah menafikan sifat al khalqu (penciptaan) dan iradah (kehendak) dari Allah . Ini sama dengan tingkah Yahudi yang mengatakan kebaikan dan kejahatan diluar jangkauan takdir Allah.[17]


4. Hudzailiyah, salah satu firqah bagian dari Qadariah menyatakan Allah tidak berbeda dengan makhluk-Nya,, penghuni syurga tidak punya daya untuk bergerak dan Allah juga tidak mampu untuk menggerakkan mereka. Mereka hanya akan menjadi gundukan barang beku yang tak bernyawa. Pernyataan ini juga menjadi keseharian pembicaraan orang Yahudi [18]


5. Mu’tazilah memerangi orang-orang yang tidak seirama dengan cara pandang mereka seperti halnya Yahudi


6. Mu'tazilah juga mentahrifkan Al Quran seperti halnya sikap Yahudi terhadap kitab suci mereka.


7. Mu’tazilah menyerupakan iradah Allah dengan iradah makhluk-Nya, kalam-Nya dengan ucapan makhluk seperti kelakuan Yahudi


8. Qadariyah termasuk aliran yang menafikan (ta’thil) sifat-sifat Allah dari dzat Allah. Aqidah ini muncu dari keyakinan persamaan Khalik (Pencipta) dengan ciptaan-Nya Ibnu Taimiyah mendudukkan: Dasar para penghapus sifat Allah baik dari kalangan Jahmiyyah maupun Qadariyyah, image mereka yang menyifati Allah dengan sifat yang berada pada orang lain.



MURJIAH



1. Para pengikut murjiah yang ekstrim mengatakan ”iman tidak akan terkikis oleh maksiat, sebagaimana ketaatan tidak akan bermanfaat di hadapan kekufuran” Sebab itu, mereka sangat meremehkan arti dosa dan maksiat. Yahudi pun demikian, mereka melanggar berbagai kemungkaran dan dosa dengan ringan tanpa beban. Allah berfirman: ” Dan kamu akan melihat kebanyakan dari mereka (orang-orang Yahudi) bersegera membuat dosa, permusuhan dan memakan yang haram. Sesungguhnya amat buruk apa yang mereka kerjakan itu”. [Al Maidah:62]


Juga dalam ayat yang lain: ”Telah dilaknati orang-orang kafir dari Bani Israel dengan lisan Daud dan ‘Isa putra Maryam. Yang demikian, disebabkan mereka durhaka dan selalu melampaui batas”. [Al Maidah:78]


2. Karamiah, sebuah sempalan dari Murjiah telah memalsukan banyak hadits seperti yang dilakukan Yahudi. Ditambah lagi, tokoh-tokoh kelompok ini juga mensosialisasikan aqidah tajsim (pembendaan) Tuhan seperti yang dilakukan Yahudi. [19]


3. Murjiah sangat menonjolkan aspek raja’ (pengharapan) dalam beribadah dengan mengesampingakan aspek khauf (rasa takut, kuatir ) . Sikap pengharapan yang berlebihan ini membawa mereka menjadi sangat optimis menjadi penghuni syurga. Model seperti ini juga diklaim oleh Yahudi. Allah berfirman:” “Kami ini adalah anak-anak Allah dan kekasih-kekasih-Nya” [Al Maidah:18].


Juga firman-Nya: ”Kami tidak akan disentuh api neraka kecuali beberapa hari yang dapat dihitung”. [Ali Imran:24]


4. Murjiah juga mendaulatkan diri sebagai makhluk yang paling berkelas di sisi Allah disebabkan anggapan mereka, kadar keimanan stabil, tidak bertambah juga tidak mengempis. Menurut mereka, derajat keimanan kaum mukminin berada dalam level yang sama. Pendeknya, keimanan mereka satu kelas dengan kualitas keimanan para rasul dan malaikat . Jadi, mereka menyerupai perilaku Yahudi yang menganggap diri sebagai makhluk termulia. Firman Allah:” :” Kami anak-anak Allah dan kekasih-kekasih-Nya.. Katakanlah: Mengapa Allah menyiksa kalian karena dosa-dosa kalian” [Al Maidah:18].



JAHMIAH



1. Satu dari pendapat Jahmiah yang paling berbahaya adalah pemikiran Jabriah yang mengatakan bahwa manusia tidak punya kehendak sama sekali, bagai sebuah bulu yang diombang-ambingkan oleh tiupan angin. Ini juga kepercayaan Yahudi dulu dan sekarang. Beberapa ideologi modern seperti komunis juga menafikan keberadaan kehendak (iradah) dari manusia. [21]


2. Jahmiah berdalih dengan suratan takdir, atas kesesatan dan penyimpangan yang mereka lakukan.. Kata mereka:” Allah telah mengunci hati kami sehingga cahaya hidayah tidak bisa menembus relungnya.” Ini merupakan alasan kaum musyrikin dan ahli kitab , Yahudi dan Nashara yang tidak mau menerima kebenaran. Allah berfirman tentang mereka: ”Hati-hati kami terkunci” [An Nisa’:155]


Maksudnya, tidak bisa memahami dan menangkapnya. Allah berfirman: Oraang-orang yang mempersekutukan Allah, akan mengatakan: Jika Allah menghendaki , niscaya kami dan bapak-bapak kami tidak mempersekutukan-Nya dan tidak (pula) kami mengharamkan sesuatupun.”. Demikianlah orang-orang sebelum mereka telah mendustakan (para rasul) sampai mereka merasakan siksaan Kami…” [Al-An’am:148].


Umat sebelum mereka adalah Yahudi dan Nashara. Jadi, Jahmiah menabrakkan syariat Allah dengan takdir. Akibatnya mereka mencampakkan syiar amar ma’ruf dan nahi mungkar. Sehingga mereka terjebak dalam tasyabuh terhadap Yahudi. Ibnu Taimiyah menyimpulkan:” Muara dari tindak-tanduk mereka menuju ta’thil (penghapusan) syariat dan semangat amar ma’ruf dan nahi mungkar.[22]


3. Ta’thil,salah satu inti ajaran Jahmiah diadopsi dari Yahudi


4. Jahmiah mengatakan Alquran itu makhluk sehingga menyamakan Pencipta dengan makhluknya seperti ulah Yahudi.



TASYABBUH AHLU BID’AH DENGAN NASHARA



Firqah-firqah yang menyimpang dari garis al haq juga telah banyak mengadopsi sebagian prinsip alirannya dari ajaran agama Nashara. Oleh karena itu terjadi beberapa kesamaan antara mereka dengan agama nashara. Penjelasannya sebagai berikut:



SYI’AH



1. Syi’ah mengatakan bahwa ajaran agama di tangan para imam. Secara penuh [23], label halal ataupun haram merupakan hak prerogatif para imam. Jadi agama tidak lain adalah produk mereka. Perlakuan seperti ini merupakan sikap kaum Nashara terhadap para pemuka agama mereka. Allah berfirman, yang artinya: Mereka menjadikan orang-orang alimnya dan para rahib mereka sebagai tuhan selain Allah dan juga mereka mempertuhankan Al Masih Ibnu Maryam. [At Taubah:31].


Rasulullah bersabda : Janganlah kalian menyanjungku secara berlebihan seperti penghormatan Nashara terhadap Isa Ibnu Maryam. Aku hanyalah seorang hamba, maka katakanlah: ”(Muhammad) seorang hamba Allah dan utusanNya.” [HR Bukhari, Kitab Al Anbiya, Bab Qauliallah (6/365)]


2. Kuburan para wali dan orang shalih berubah menjadi tempat peribadahan selain kepada Allah. Ini berangkat dari keyakinan bahwa para imam mampu menyembuhkan kebutaan, penyakit kusta, menghidupkan orang mati, dan perkara lain yang berkaitan dengan rububiyyah. Orang-orang Nashara pun sebelummya juga melakukan hal yang sama. Rasul bersabda: Ketahuilah, orang-orang sebelum kalian menjadikan kuburan para nabi dan orang-orang shalih sebagai masjid. Janganlah kalian menjadikan kuburan-kuburan sebagai masjid-masjid. Sesungguhnya aku melarangnya.[HR Muslim, Kitabul Masajid, Bab Nahyu ‘An Binail Masajid ‘Alal Kubur (5/13)]


3. Syi’ah menyembah dan mempertuhankan Ali. Kaum Nashara juga demikian, yaitu mengkultuskan Nabi ‘Isa sampai pada maqam Uluhiyah.[Ar Raddu ‘Ala Rafidhah, hlm. 46]


4. Pemeluk Syi’ah tetap menyetubuhi wanitanya melalui dubur walau dalam keadaan menstruasi seperti orang-orang Nashara.[Minhajus Sunnah (1/72)]


5. Syi’ah menafsirkan kalimatullah dalam ayat "Tidak ada perubahan pada kalimat-kalimat Allah" (Yunus: 64) dengan para imam mereka [24]. Nashara juga mengangkat Nabi ‘Isa sebagai kalimatullah. Padahal, maksud dari kalimatullah di situ, bahwa perumpamaan penciptaan Nabi Isa itu seperti pada diri penciptaan Nabi Adam yaitu dari tanah dengan “Kun”. Jadi, sebenarnya Isa juga bagian dari makhluk Allah dengan kalimatNya. Dengan ini, menjadi jelaslah dalam masalah ini bahwa Syi’ah mengikuti Nashara.



AL QADARIYAH MU'TAZILAH



1. Kepercayaan mereka bahwa seorang hamba memiliki hak mutlak untuk bertindak karena dialah pencipta perbuatannya. Teori ini, mereka ambil dari semangat kebebasan yang diprogramkan agama Nashara. Bahkan seperti yang kita ketahui, bahwa pencetus ide pengingkaran terhadap taqdir adalah seorang Nasrani bernama Sosan.[Al Farqu Bainal Firaq, hlm. 4-15]


2. Firqah ini tumbuh dan berkembang di atas pemikiran filsafat Kristen dan Yahudi. Kronologisnya, ketika Khalifah Al Makmun mengambil perjanjian dengan kaum Nashara, beliau meminta referensi-referensi buku Yunani dari mereka. Orang Nashara tahu dan cerdik dengan mengiriman buku-buku tersebut, karena mereka yakin bahwa kandungan ilmunya akan memporak-porandakan keyakinan kaum muslimin atau memicu perbedaan di kalangan para ulama. Mu’tazilah pun mempersenjatai diri dengan ilmu manthiq dan ilmu kalam, mengikuti para leluhur mereka Yahudi dan Nashara, dengan mencampakkan Sunnah Nabi mereka.[Ashawaiq Mursalah (1/230)]


3. Nidhamiyah, salah satu sempalan dari Qadariyah mempunyai doktrin bahwa tuhan dan pencipta itu ada dua. Yang lama yaitu Allah dan yang baru yaitu Isa Al Masih. Jadi, menurut mereka, Nabi Isa memiliki kekuasaan rububiyah. Perkataan ini tidak berbeda dengan ucapan dan keyakinan kaum Nashara yang menuhankan Isa Al Masih dan yang akan mengambil alih hisab amalan manusia di akhirat kelak. Mereka menafsiran : “Dan datanglah Tuhanmu dan para malaikat berbaris-baris" [Al Fajr:22]


Menurut mereka, Tuhanmu dalam ayat tersebut adalah Nabi Nabi Isa Al Masih. Hadits Nabi tentang ru’yatullah juga mereka tarik kesimpulan sebagai Isa Al Masih. [HR Muslim, Kitab Al Iman, Bab Itsbat Rukyatul Mukminin Fil Akhirat Lirabbahum Subhanah (3/17)]



MURJI’AH



1. Para tokoh besar Murji’ah mengeluarkan statemen bahwa tidak ada satu pun dari Ahlul Qiblah yang terjerumus ke neraka, meskipun bermandikan dosa besar. Nashara, panutan mereka, sebelumnya juga mengklaim demikian. Allah berfirman, yang artinya: Dan mereka (Yahudi dan Nashara) berkata,”Sekali-kali tidak akan masuk surga kecuali orang-orang Yahudi dan Nashara.” [Al Baqarah : 111]


2. Asy’ariyah dan Maturidiyah, dua di antara firqoh yang menerima arus pemikiran Murji’ah, sudah biasa melakukan tawasul dengan kuburan dan tempat-tempat keramat, seraya membumbuinya dengan aktivitas yang terlarang. Misalnya dengan berdo’a, sujud bernadzar dan berkurban selain untuk Allah. Pun ditambah dengan acara istighatsah atau isti’anah (minta pertolongan) kepada para wali yang masih hidup ataupun yang sudah terkubur ketika kehidupan mereka terjepit dengan kesengsaraan dan kesulitan. Tidak lupa mereka membangun masjid di atas pemakaman. Sehinga mereka terjebak meniru kaum Nashara.


3. Orang sufi dari kalangan Asy’ariyah meyakini sekian banyak doktrin agama Nasrani, seperti wihdatul wujud, wilayah dan ‘ishmah (dua hal yang berkaitan dengan kewalian dan keterpeliharan mereka dari dosa). Sudah menjadi rahasia umum, bahwa motivasi kunjungan mereka ke pemakaman adalah memohon pertolongan dari ahli kubur. Ibnu Taimiyah berkata: ”Mereka itu, kalau mengerjakan shalat wajib di rumah, hati mereka melayang, lalai. Membaca Al Quran tanpa penghayatan dan khusyu’. Namun kalau sedang mengunjungi kuburan orang yang di (dihormati), begitu mudah khusyu; dan menangis, pasrah dan tunduk.” [Al Istighatsah Fi Raddi ‘Alal Bakri (1/330-333]



JAHMIYAH



Jahmiyah dan arus pemikirannya bertumpu pada ajaran Nashara. Seperti yang diuraikan Imam Ahmad ketika Jahm, pendiri firqah Jahmiyah bertemu dengan suku Sumaniyah. Dan menjadikan pemikiran mereka yang nota bene beragama Nashara, sebagai pijakan jalan pikirannya dan menyebarkannya kepada orang lain. [Ar Raddu ‘Alal Jahmiyah Wa Zanadiqah, hlm. 26-28]


Demikian paparan ringkas perihal hubungan “emosional” yang terjalin antara ahli bid’ah dengan dua agama sebelumnya yang sudah banyak diamandemen oleh para tokoh agamanya. Seorang muslim hendaknya berdiri dengan izzah yang kokoh, bangga dengan nilai-nilai yang ada dalam agamanya, tidak perlu menoleh ke kanan kiri untuk mengais tambahan, yang sebenarnya akan menjadi blunder bagi dirinya di dunia akhirat. Dalam sebuah hadits, Nabi mewanti-wanti: “Barangsiapa menyerupai suatu kaum, maka dia merupakan bagian dari kaum tersebut” Wallahu a’lam.


(Tulisan ini merupakan terjemahan bebas Muhammad ‘Ashim, yang diangkat dari kitab Tanaqudhu Ahlil Ahwa` Wa Bida', karya Dr. ‘Afaf binti Hasan bin Muhammad bin Mukhtar, Dosen Fakultas Tarbiyah Putri di Riyadh. Kitab ini diterbitkan oleh Maktabah Ar Rusyd, Cetakan I, Tahun 1421H)


[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 10-11/Tahun VIII/1426H/2005. Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km.8 Selokaton Gondanrejo Solo 57183 Telp. 0271-761016]


_______


Footnote


[1]. Pengantar dari penerjemah.


[2]. Terjemahan bebas dari kitab Tanaqudhu Ahlil Bida’I Wal Ahwa karya DR. ‘Afaf binti Hasan bin Muhammad bin Mukhtar, Dosen Fakultas Tarbiyah 4 Putri di Riyadh. Penerbit Maktabah ar Rusyd cet. I tahun 1421H


[3]. Daru Ta’arudl 7/138-139, Minhajus Sunnah 5/248


[4]. Minhaju Sunnah5/243-244


[5]. Asy Syariah 27-28


[6]. Fatawa 13/21-30


[7]. Fatawa 28/497


[8]. AlKhawarij Awwalu Firaq Fi Tarikh Islam Dr.Al Aql: 38


[9]. Tartibul Madarik Qhadhi ‘Iyadh 1/23


[10]. Al Maqalat Wal Firaq, Al Qummy 20


[11]. Al Fatawa 10/55, Minhajus Sunnah 1/22-34


[12]. Al Jawabus Shahih 2/8


[13]. Ushul Kafi 2/463 (kitab Syiah)


[14]. Minhajus Sunnah dengan ringkas 1/24-27


[15]. Al Bidayah Wan Nihayah 10:19, Fatawa 8:228, Khalqu af’alil ibad :8


[16]. Siyar a’lamun Nubala:10:542


[17]. Al Milal Wa Nihal 1/212-225, Al Farqu Bainal Firaq 79,Syarah Ushulil Khamsah 323


[18]. Al Farqu Bainal Firaq 85-93, Nuniah Ibnul Qayyim ma”asyaarhihi 1/35-37


[19]. Al Farqu Bainal Firaq 161-172


[20]. Ushulud Din AlBaghdadi 268


[21]. Seperti Marxisme. Lihat Akhthar Al Manhaj Al Gharrby Al Wafid, Anwar Jundi hal:405-407


[22]. Fatawa 8/256


[23]. Kaum ekstrim dari Syi’ah, seperti Ismailiyah sudah sampai pada taraf menuhankan para imam mereka dan menganggap syari’at Nabi Muhammad telah diganti dengan ajaran Muhammad bin Ismail. Banyak ucapan mereka yang kotor. Sehingga pantas kalau mereka disebut lebih jahat dari Yahudi, Nashara dan kaum musyrikin. Lihat Minhajus Sunnah (1/173-175,177).


[24]. Al Jawabush Shahih (3/97,126)


www.almanhaj.or.id
Readmore...
sunnah

blog copas